SEJARAH BERDIRINYA
GEREJA PALANUNGKAI TAMIANG LAYANG
By:
Hadi Saputra Miter
Gereja Yang Menjadi Landmark
Sebuah gereja besar yang berdiri mengangkang ditengah kota
Tamiang Layang, seolah menjadi Landmark bagi
kota Tamiang Layang, bagaimana kemunculannya? Banyak orang mengatakan bahwa itu peninggalan
Belanda dan lain sebagainya. Gereja yang sekarang dikenal dengan nama
PALANUNGKAI yang berarti yang pertama dalam bahasa dayak Ma’anyan merupakan
sebuah kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Tamiang Layang. Tulisan ini akan
mencoba membawa kita kepada peristiwa bagaimana Gereja ini hadir yang tentu
saja bukan seperti sulap. Melainkan memiliki sejarah panjang yang harus kita
hormati.
Berjalannya penginjilan yang dikerjakan di daerah ulun
Maanyan melewati rentang waktu yang cukup lama dari 1851 sampai dengan 1930an
masih belum ada gedung gereja permanen, kecuali gedung gereja kecil yang ada di
Beto. Hal tersebut bertolak belakang dengan diwilayah Kapuas dan Kahayan yang
sudah memiliki gereja. Untuk menjawab nya maka Gerlach bersama dengan jemaat di
Tamiang Layang berinisiatif untuk mengupayakan sebuah gedung gereja yang bisa
menampung jemaat Kristen yang ada di Tamiang Layang yang angkanya terus
berkembang secara signifikan.
Kesepakatan pembangunan gereja pun disambut antusias
warga, termasuk agar mengalihkan asset-aset milik Zending Basel yang ada di
Beto yang dikarenakan selain akses jalan yang sulit serta karena masyarakat
yang berangsur-angsur meninggalkan Beto, sehingga diambil langkah agar pusat
penginjilan dipusatkan sepenuhnya saja di Tamiang Layang.
Modal Bersama
Keputusan membangun gereja tidaklah mungkin tanpa dana
maka jemaat Tamiang Layang mengumpulkan dana, dari dana pribadi masing-masing
jemaat mereka mengumpulkan tiap-tiap cent uang mereka sampai akhirnya terkumpul
uang sebesar 1000 Gulden. G.Gerlach dipercayakan jemaat sebagai kepala
konstruksi. Kemudian mereka bersama-sama membuka lahan yang awalnya ditumbuhi
oleh pohon-pohon besar. Yang paling pertama mereka dapatkan adalah sirap untuk
atap berjumlah 28000 lembar.
Total biaya yang harus diperlukan untuk pembangunan itu
sebesar 2400 fl. Sedangkan jemaat hanya mampu mengumpulkan 1400 fl saja. Namun
berkat tidak habis-habisnya bantuan donasi datang baik dari jemaat maupun
dari luar jemaat bahkan ada bantuan
secara pribadi. Pemerintah Hindia Belanda melalui Countrolir nya memberikan
sumbangan berupa 10 Tong/drum semen ( yang nampaknya digunakan untuk pondasi Gereja)
bahkan perkumpulan perempuan menyulam yang ada di Tamiang Layang memberikan
sumbangan 190 fl. Dari hasil penjual sulaman mereka. Dan tersisa
hutang sekitar 500 fl namun pemerintah Belanda berjanji untuk menghapus hutang
mereka.
lahan gereja yang masih belum dibangun hanya ada lonceng gereja yang
dibawa dari Beto
proses pengangkutan material dan bahan bangunan
dari sungai siarau menuju lokasi Gereja
proses pembangunan dimulai
Pembangunan gereja berlangsung dari mei 1933 yang
sebetulan saat itu missionaries Hacker dari Banjarmasin sedang berkunjung dan melihat bagaimana
antusias warga membantu pembangunan gereja
”Saya melihat mereka sangat-sangat kesulitan dalam
mengangkut bahan material bangunan dari perahu menuju lokasi pembangunan gereja
yang berada diatas bukit. Terutama kayu yang nampaknya sangat berat, semua orang
kampung ambil bagian membantu mengangkut serta mendorong gerobak
menuju puncak bukit, Dan nampaknya gerobak tersebut sering mengalami kerusakan dimana mereka selalu
memperbaikinya”.
Gedung
gereja Tamiang Layang akhirnya selesai pada tanggal 29 oktober 1933 dan
dirayakan, dalam perayaan tersebut bukan hanya dihadiri oleh jemaat Kristen tetapi
juga dari Kaharingan dan Islam. Acara tersebut juga dihadiri pejabat pemerintah
Belanda yaitu oleh Asisten Resident, Kontrolir dari Kandangan serta pejabat
pemerintah dari Tanjung. Pada hari perayaan ibu-ibu dan para gadis mendekorasi
gereja sehingga terlihat indah. Acara berjalan dengan penuh keakraban, saya (G.Gerlach) mengucapkan terima kasih atas
dukungan kepada kami dalam menerima
Injil yang kami kabarkan. Dan dengan bangga kami mentahbiskan gedung
gereja ini dengan mengambil tema “ Kehormatan Bagi Allah yang telah menyelamatkan
umat manusia melalui Tuhan kita Yesus Kristus” dalam bahasa Jermannya: "die Ehre Gottes, des Allmächtigen und den willen und die Erlösung der menschlichen Seele durch Jesus Christus"
SEBUAH RENUNGAN
Luar biasa
walaupun dengan kekurangan dan dengan kerja keras maka gedung gereja yang
sekarang kita kenal dengan PALANUNGKAI ini lahir. Pernahkan kita mencoba untuk merayakan hari jadinya sebagai bentuk apresiasi,
agar kita selalu ingat kerja keras para Zending dan kerja keras para jemaat
dalam mengupayakan lahirnya gereja kebanggaan kita ini. Saya juga mengucapkan
terima kasih banyak atas bantuan pihak Mission 21 terutama Claudia Wirthlin
dari Swiss yang mengirimkan arsip-arsip pendirian Gedung Gereja Tamiang Layang,
serata pihak BPH MJ GKE Tamiang Layang dalam mendapatkan foto-foto antik
yang sebagian mengenaskan karna dimakan
usia.
Sumber
:
Der Evangelishche
Heidenbote vol.107 No.06, 1934 (Laporan Missionaris G.Gerlach )
Der Evangelishche
Heidenbote Vol.107, No. 4, 1934 (laporan
Missionaris Hacker)
Koleksi
Foto MJ GKE Tamiang Layang “ Ngamoean Lewoe Gareja Hang Tameang Laijang teka
Mei-Oktober 1933"
MANTAP PAK
BalasHapus