Kamis, 08 September 2022

LUDWIG ORANG KRISTEN PERTAMA DARI TAMPA

 

LUDWIG ORANG KRISTEN PERTAMA DARI TAMPA

By:

Hadi Saputra Miter

Jemaat Beto awal abad 20



 

Ludwig si cerdas dari desa Tampa

Pada tahun 1912, bersama para pemuda lainnya dari berbagai jemaat di Kalimantan, seorang pemuda dari daerah Maanyan ditunjuk masuk ke seminari di Banjarmasin untuk dilatih sebagai guru. Namanya Ludwig, dia baru saja dibaptis dan satu-satunya Kristen dalam keluarganya. Injil telah masuk kedalam hatinya, dan dia sangat ingin menjadi guru dan menjadi pemimpin jemaat agar mengenal Juruselamat, sebuah cita-cita yang mulia. Sifat Ludwig digambarkan sebagai sosok yang pendiam, kesetiaannya tidak diragukan dan takut akan Tuhan. Sayangnya, keinginan pemuda itu tidak berjalan dengan lancar. Setelah sekitar satu tahun ia menderita karena penyakit beri-beri. Seminari memberikannya cuti berobat dan memulihkan diri untuk beberapa bulan. Kemudian dia mencoba lagi untuk melanjutkan studinya. Tetapi penyakitnya kembali kambuh, sehingga dia terpaksa harus meninggalkan seminari dan kota Banjarmasin.

Ludwig memutuskan untuk pulang kekampung halaman orang tuanya di desa Tampa, tidak jauh dari Stasi Misi Beto. Dari Banjarmasin, sebenarnya Ludwig direkomendasikan agar membantu misionaris Hendrich di Beto agar kebutuhan jasmani dan rohaninya tidak layu di lingkungan kafir di Tampa. Pada Natal 1913, Ludwig datang ke Beto untuk merayakan Natal bersama jemaat yang ada disana. Di Beto Missionaris Hendrich lebih mengenalnya. Ludwig yang pendiam nampak pucat, ia berjuang dengan batuk dan nyeri dada, tetapi penderitaannya tidak membuatnya menjauh dari Juruselamat seperti kebanyakan orang, hal tersebut membuat kesan yang mendalam pada Hendrich.


Ludwig Orang Kristen Yang Taat

Dia memutuskan untuk berjuang melewati penderitanya semaksimal mungkin, terlebih lagi karena, secara manusiawi, dia takut dengan hari-harinya akan kematian. Kondisinya membaik secara signifikan karena obat-obatan dan perawatan yang diberikan kepada Ludwig. Sejauh ini dia bergantung dengan orang tuanya yang memberi dia makan. Ia tidak bisa melakukan pekerjaan lapangan yang berat karena tubuhnya yang lemah. Setelah beberapa waktu ia memperoleh pekerjaan sebagai juru tulis untuk kepala distrik di desa Lampeong, sebuah desa kafir, dan menetap di sana. Dia menikahi seorang gadis Maanyan kafir, tidak mudah menjadi orang Kristen di lingkungan kafir. Banyak orang menyerah pada godaan dan tenggelam kembali ke dalam paganisme, yang setiap hari mengelilingi mereka. Tapi hal tersebut tidak terjadi pada Ludwig. Melalui korespondensi dan kunjungan ke misionaris Hendrich, ia mencoba untuk lebih berakar kuat dalam firman Tuhan. Dia rajin membaca Perjanjian Baru dan Buku Katekismusnya serta menyanyikan lagu-lagu Kristen. Tak lama kemudian istrinya mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang Kristen juga. Selain itu, seorang pemuda lain dari desa Lampeong dimenangkan olehnya. Dia kemudian dengan setia dan rajin mengajar mereka berdua sampai mereka dapat dibaptiskan. Ludwig mengungkapkan bahwa ia rindu untuk tinggal di antara orang-orang Kristen dan dalam persekutuan jemaat Kristen. Sayang, kesehatannya lebih banyak mundur daripada maju. Terkadang misionaris Hendrich mengirimkan obat. Kemudian Ludwig mengirimkan banyak uang untuk dana masyarakat di Beto sebagai ucapan terima kasih.

 

Menjadi Pembarita di Beto

Pada tahun 1914 misionaris Hendrich harus pindah ke stasi Misi Tamiang Layang, yang berjarak enam jam perjalanan, dan Beto menjadi kosong tanpa misionaris untuk sementara waktu. Ludwig untuk pergi ke Beto untuk menjaga rumah misi yang kosong, dan tinggal disana. Pada saat yang sama ia mendapat jabatan sebagai tukang pos antara Beto dan Tamiang Layang. Di Beto Ludwig membuktikan dirinya sebagai orang Kristen yang tak kenal takut. Seperti yang diketahui bahwa orang-orang kafir takut dengan roh dan hantu. Ludwig diberi tahu oleh mereka bahwa: "Di dalam rumah misi yang kosong, banyak roh-roh dan hantu berkeliaran, yang kadang muncul baik siang maupun malam”. Tetapi Ludwig sama sekali tidak takut. Ludwig banyak bercerita kepada misionaris Hendrich, pada setiap kunjungn rutinya ke Tameang Layang: "Saya baik-baik saja, saya melihat apapun tentang roh dan hantu, sebaliknya, sejak saya  sudah di rumah misi, kesehatan saya justru semakin baik dan lebih baik. Orang-orang bertanya-tanya dan bertanya: "Apakah kamu tidak takut tinggal disitu sendirian?" "Dalam tubuhnya yang lemah, hiduplah dengan hidup dan pikiran jernih. Dia sangat teliti dan memikirkan segala sesuatu yang ditugaskan kepadanya. Dia juga bisa dipanggil untuk mengadakan kebaktian gereja. Dia selalu mempersiapkan dirinya dengan sangat hati-hati untuk ini karena dia takut mengatakan sesuatu yang salah. Tuhan telah menganugrahkan padanya kecerian. Bahkan di hari-hari penderitaannya, yang menghampirinya dia selalu memperlihatkan wajah yang ceria. Di bulan September penyakitnya, yang perlahan menggerogoti inti hidupnya, dengan kekuatan yang berlipat ganda. Dia tidak bisa lagi melakukan tugasnya dan harus berbaring di ranjang. Pada akhir September, misionaris Hendrich mengunjunginya untuk memberinya Perjamuan Kudus. Dia mendiskusikan beberapa masalah pribadi dengan Hendrich; kemudian mereka berpisah dengan anggapan bahwa mereka tidak akan bertemu lagi di dunia ini.

Ludwig Kristen Pertama di Tampa

Setelah beberapa hari, ayahnya membawanya pulang ke kampung halamannya di Tampa. Awalnya dia merasa sedikit lebih baik di sana, sehingga dia bisa meninggalkan Beto untuk sementara waktu. Tapi itu hanya kedipan terakhir dari cahaya kehidupan. Suatu Minggu pagi dia menderita batuk parah yang mengakhiri hidupnya. Dia telah membahas penguburannya secara rinci dengan ayahnya, yang masih seorang kafir, dan secara serius melarang mereka untuk menguburkannya dengan cara kafir. " Seharusnya tidak boleh ada kegiatan kafir apapun dan Tuan di Tameang Layang harus diberitahu segera begitu saya mati, " kata Ludwig. Masyarakat Desa Tampa menyatakan keheranan mereka atas kematian yang tenang dan damai, padahal dia menderita sebuah penyakit yang sangat keras. Orang Desa Tampa mengira itu karena efek Perjamuan Kudus yang diberikan oleh tuan dari Tamiang Layang. Misionaris Hendrich menerima berita tentang meninggalnya Ludwig pada hari yang sama melalui seorang kurir, maka keesokan paginya dia pergi ke Tampa, di mana Ludwig dimakamkan sebagai orang Kristen pertama di desa Tampa.

Sumber : Hasil penuturan Misionaris Hendrich kepada misionaris H. Sundermann, Bilder aus der Missionsarbeit auf Borneo, (Barmen: Verlage des missionshauses zu 1920), hal 32-35.