GUSTAV TROSTEL
by:
Hadi Saputra Miter
Hadi Saputra Miter
Dari Eropa ke Tanah Maanyan
Gustav Trostel, laki-laki ini lahir di Horrheim
sebuah kota kecil di Jerman, dia bekerja sebagai seorang tukang jahit pakaian Horrheim,
sampai pada suatu saat dia terpanggil untuk mengabarkan injil ke
Kalimantan. Dia datang Basel swiss dan
mendaftarkan diri untuk menjadi missionaris atau lazim disebut dengan Zending.
Dia mendaftarkan dirinya ke Basler Mission pada tahun
1926, dengan no anggota yang tercatat di Basler Mission 2320, kemudian
menjalani pendidikan Alkitab agar bisa
menjadi bekalnya selama mengabdi untuk Tuhan. Trostel menikah dengan seorang
wanita cantik bernama Dunkel Emmy, pada awal
tahun 1933 Trostel mendapat tugas yaitu
sebuah tempat di Asia yaitu wilayah Hindia Belanda, tepatnya pulau Kalimantan.
Trostel sendiri mendapat informasi mengenai banyak Penginjil yang tewas akibat
pecahnya perang banjar masa lalu namun itu tidak menyurutkannya untuk berangkat
ke Kalimantan.
Gustav Trostel dan istrinya Emmy Dunkel 1932
Melayani Allah Di Tanah Ulun Maanyan
Dalam pelayanannya dia mendapat tugas untuk melayani
dengan medan pelayanan di wilayah orang-orang Maanyan setelah ditinggalkan oleh
para penginjil dari Missionaris Barmen yang harus, gulung tikar akibat perang
dunia I. Trostel bersama para penginjil lain seperti Gerlach dan Wailer mereka
berkeliling berganti-gantian melayani wilayah maanyan dengan inisiatif mereka
jugalah, agar memindah gereja yang ada di Beto ke Tamiang Layang dengan alasan
Tamiang Layang labih ramai dan akses jalan darat sudah bisa terbuka dengan
baik, nampaknya mereka belajar dari kota-kota di Eropa apabila tempat akan maju
apabila akses jalan sudah terbuka. Sedangkan Beto dari segi Jemaat hanya
sedikit dan akses jalan yang sulit sehingga nampaknya stasi di Beto harus
ditutup dan diserahkan kepada penetua daikon setempat namun tetap dikunjungi.
Schweizers, Trostels, Kühnles, Röders, Weilers. saat tiba di Kalimantan tahun 1933
Malapetaka itu datang, pada tahun 1940 pecah perang
dunia ke II keadaan Eropa menjadi kacau pasukan SS NAZI-Hitler dari Jerman yang lazim disebut dengan
serangan blitzkrieg
(serbuan kilat) mengguncang Eropa, dimana Eropa termasuk Belanda juga jatuh ke
tangan kekuasaan Fasis Jerman. Blanda yang saat itu penguasa wilayah Indonesia
mengambil tindakan dengan menangkap dan mengintenir (menahan) orang-orang
Jerman Termasuk Trostel serta Gerlach dan Wailer yang di tahan di Kandangan.
Gereja tidak bisa bertindak apa-apa situasi
benar-benar kacau, kecuali mencoba melakukan lobi-lobi diplomatis dengan bantuan
konsul Swiss, namun hal tersebut tidak mudah karena di Eropa perang sedang
berkecamuk. Trostel dipindahkan penahanannya ke Ngawi Jawa Timur dipisahkan
dari teman akrabnya Gerlach dan Wailer yang tetap di Kandangan, mereka
berpelukan berurai air mata sambil berjanji untuk saling mendoakan. Namun mereka
bertemu kembali di Kutacane Sumatra, karena semua tahanan dikumpulkan disana.
Semangat Trostel Tak Pernah Berakhir
Pada pagi 7 Desember 1941 Pearl Harbor pangkalan
tempur Amerika di Hawaii diserang dari udara oleh pasukan
Jepang, maka Jepang mayakinkan diri untuk mendatangi Asia termasuk Indonesia. Kontak
senjata antara pihak belanda dan Jepang tidak bisa dihindari lagi, Jepang dating
dengan kekuatan tempur yang hebat. Atas dasar terdesaknya pihak Belanda maka
diusulkan agar para penginjil Jerman yang ada di Kutacane agar dipindahkan ke
India wilayah kekuatan Inggris.
Kembali tiga sekawan ini dipisahkan,
Gerlach dan Wailer dikirimkan ke India terlebih dahulu ikut rombongan pertama
naik kapal, sedangkan Trostel harus menunggu kapal penganggut berikutnya. Tiba
giliran Trostel dan beberapa penginjil berdarah Jerman dari wilayah lain
diberangkatkan, pada tanggal 18 Januari 1942 nasib naas menimpa mereka kapal
yang mereka tumpangi, kapal tersebut karam di bom oleh pesawat tempur Jepang yang mencurigai adanya
pergerakan kapal belanda. Trostel harus menutup matanya dan mengakhiri tugas
dan panggilanya sebagai seorang hamba Tuhan didunia, dia harus kembali kepada
penciptanya. Trostel dan beberapa penginjil lainnya dalam kapal tersebut harus tewas secara
mengenaskan. Namun perjuangan Trostel tidaklah habis begitu saja, dia juga
telah banyak membantu pembinaan pelayanan, Pembangunan Gereja Tamiang layang dan
pendidikan bagi orang-orang ma’anyan agar keluar dari kebodohan terima kasih Gustav
Trostel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar