Senin, 13 Agustus 2012

PENGINJIL DITANAH MAANYAN:(GUSTAV TROSTEL)


 GUSTAV TROSTEL
by:
Hadi Saputra Miter

Dari Eropa ke Tanah Maanyan
Gustav Trostel, laki-laki ini lahir di Horrheim sebuah kota kecil di Jerman, dia bekerja sebagai seorang tukang jahit pakaian Horrheim, sampai pada suatu saat dia terpanggil untuk mengabarkan injil ke Kalimantan.  Dia datang Basel swiss dan mendaftarkan diri untuk menjadi missionaris atau lazim disebut dengan Zending.
Dia mendaftarkan dirinya ke Basler Mission pada tahun 1926, dengan no anggota yang tercatat di Basler Mission 2320, kemudian menjalani pendidikan Alkitab agar  bisa menjadi bekalnya selama mengabdi untuk Tuhan. Trostel menikah dengan seorang wanita cantik bernama  Dunkel Emmy, pada awal tahun  1933 Trostel mendapat tugas yaitu sebuah tempat di Asia yaitu wilayah Hindia Belanda, tepatnya pulau Kalimantan. Trostel sendiri mendapat informasi mengenai banyak Penginjil yang tewas akibat pecahnya perang banjar masa lalu namun itu tidak menyurutkannya untuk berangkat ke Kalimantan.

Gustav Trostel dan istrinya Emmy Dunkel  1932

 Melayani Allah Di Tanah Ulun Maanyan
Dalam pelayanannya dia mendapat tugas untuk melayani dengan medan pelayanan di wilayah orang-orang Maanyan setelah ditinggalkan oleh para penginjil dari Missionaris Barmen yang harus, gulung tikar akibat perang dunia I. Trostel bersama para penginjil lain seperti Gerlach dan Wailer mereka berkeliling berganti-gantian melayani wilayah maanyan dengan inisiatif mereka jugalah, agar memindah gereja yang ada di Beto ke Tamiang Layang dengan alasan Tamiang Layang labih ramai dan akses jalan darat sudah bisa terbuka dengan baik, nampaknya mereka belajar dari kota-kota di Eropa apabila tempat akan maju apabila akses jalan sudah terbuka. Sedangkan Beto dari segi Jemaat hanya sedikit dan akses jalan yang sulit sehingga nampaknya stasi di Beto harus ditutup dan diserahkan kepada penetua daikon setempat namun tetap dikunjungi.

Schweizers, Trostels, Kühnles, Röders, Weilers. saat tiba di Kalimantan tahun 1933


Malapetaka itu datang, pada tahun 1940 pecah perang dunia ke II keadaan Eropa menjadi kacau pasukan SS NAZI-Hitler  dari Jerman yang lazim disebut dengan serangan  blitzkrieg (serbuan kilat) mengguncang Eropa, dimana Eropa termasuk Belanda juga jatuh ke tangan kekuasaan Fasis Jerman. Blanda yang saat itu penguasa wilayah Indonesia mengambil tindakan dengan menangkap dan mengintenir (menahan) orang-orang Jerman Termasuk Trostel serta Gerlach dan Wailer yang di tahan di Kandangan.
Gereja tidak bisa bertindak apa-apa situasi benar-benar kacau, kecuali mencoba melakukan lobi-lobi diplomatis dengan bantuan konsul Swiss, namun hal tersebut tidak mudah karena di Eropa perang sedang berkecamuk. Trostel dipindahkan penahanannya ke Ngawi Jawa Timur dipisahkan dari teman akrabnya Gerlach dan Wailer yang tetap di Kandangan, mereka berpelukan berurai air mata sambil berjanji untuk saling mendoakan. Namun mereka bertemu kembali di Kutacane Sumatra, karena semua tahanan dikumpulkan disana.

 Semangat Trostel Tak Pernah Berakhir
Pada pagi 7 Desember 1941 Pearl Harbor pangkalan tempur Amerika di Hawaii diserang dari udara oleh pasukan Jepang, maka Jepang mayakinkan diri untuk mendatangi Asia termasuk Indonesia. Kontak senjata antara pihak belanda dan Jepang tidak bisa dihindari lagi, Jepang dating dengan kekuatan tempur yang hebat. Atas dasar terdesaknya pihak Belanda maka diusulkan agar para penginjil Jerman yang ada di Kutacane agar dipindahkan ke India wilayah kekuatan Inggris.
Kembali tiga sekawan ini dipisahkan, Gerlach dan Wailer dikirimkan ke India terlebih dahulu ikut rombongan pertama naik kapal, sedangkan Trostel harus menunggu kapal penganggut berikutnya. Tiba giliran Trostel dan beberapa penginjil berdarah Jerman dari wilayah lain diberangkatkan, pada tanggal 18 Januari 1942 nasib naas menimpa mereka kapal yang mereka tumpangi, kapal tersebut karam di bom oleh pesawat tempur Jepang yang mencurigai adanya pergerakan kapal belanda. Trostel harus menutup matanya dan mengakhiri tugas dan panggilanya sebagai seorang hamba Tuhan didunia, dia harus kembali kepada penciptanya. Trostel dan beberapa penginjil lainnya dalam kapal tersebut harus tewas secara mengenaskan. Namun perjuangan Trostel tidaklah habis begitu saja, dia juga telah banyak membantu pembinaan pelayanan, Pembangunan Gereja Tamiang layang dan pendidikan bagi orang-orang ma’anyan agar keluar dari kebodohan terima kasih Gustav Trostel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar