Georg Gerlach
by: Hadi Saputra Miter
Tukang Jilid Buku dari Lengenau
Dilahirkan Lahir di Langenau dekat kota Ulm Jerman (Württemberg /
Jerman Selatan) pada tanggal 18 November 1895. Dia bekerja sebagai seorang
tukang jilid buku di Lengenau, pada tahun 1920 Gerlach terpanggil dan
mendaftarkan diri ke Basel Mission sebuah lembaga penginjilan yang berpusat di
Swiss. Dimana setiap pemuda dilatih menjadi missionaris selama sekitar tiga
Tahun, gerlach tercatat sebagai anggota dari tenaga missionaris dibawah Basel
Mission dengan nomor keanggotaan : 2170.
Menikah di tempat asing
Setelah resmi menjadi Missionaris
Gerlach menjalin hubungan percintaan dengan seorang gadis dari Karlsruh, gadis
cantik yang membuat Gerlach jatuh cinta itu bernama Hedwig Lange
tepat pada Natal tahun 1925 Gerlach mengajak Hedwigh bertunangan. Tepat pada
tanggal 18 oktober 1927 Gerlach diutus ke Banjarmasin
oleh pihak Basel Mission, ternyata tunangannya Hedwig memutuskan untuk
mendampingi sang tunangan ketempat pelayanannya di Kalimantan. Setelah tiba di
Banjarmasin keduanya memutuskan menikah digereja Banjarmasin pada tanggal 25 April 1928.
Bulan madu keduanya di Banjarmasin tidak lama,
sampai pihak Basel Mission yang di Banjarmasin memberi tahu Gerlach bahwa dia
ditempatkan disebuah jemaat yang terdiri dari orang-orang dayak Ma’anyan
tepatnya di Tamiang Layang. Pada November 1928 Gerlach dan istri menyusuri
sungai Barito menuju tanah Ma’anyan. Di Tamiang Layang dan sekitarnya Gerlach
berkeliling melakukan pelayanan, memimpin ibadah serta memberikan pendidikan di
sekolah-sekolah Misi kepada anak-anak dayak. Sampai pada bulan November 1929 lahirlah putri pertama mereka yang lahir di tanah orang-orang dayak
Ma’anyan, putri mereka diberinama Rosalinde Gerlach.
Kedekatan Gerlach dengan jemaat membuat dia
dengan mudah menguasai bahasa dayak Ma’anyan, Gerlach akhirnya memutuskan
dengan jemaat dan para penatua dan daikon untuk mendirikan gereja di Tamiang
Layang, hal tersebut dikarenakan Tamiang Layang sudah mulai ramai dan jalan
jalur darat sudah mulai nyaman ditempuh. Maka Gereja Tamiang Layang pada 29 Oktober 1933
berdiri diiringi suka cita masyarakat dayak Maanyan yang berada di Tamiang
Layang. Karena tidak sia-sia usaha dan kerja keras jemaat dan para missionaris
yang saling bahu membahu mengupayakan berdirinya gereja tersebut.
Gerlach saat menangkap buaya bersama orang-orang dayak Foto diambil sekitar tahun 1930an
Kembali ke Eropa
Pada Oktober 1934 Georg Gerlach jatuh sangat sakit ternyata beliau
terserang demam tinggi yang ternyata penyakit yang paling ditakuti oleh
orang-orang Eropa yaitu malaria, Gerlach hanya bisa terbaring lemas ditemapt
tidur, jemaat datang berganti gentian menjenguknya. Kerna sakit Gerlah yang
makin serius, maka dikirimkan seorang perawat milik klinik kesehatan Basel
Mission di Banjarmasin untuk merawat Gerlach, menemani Ny.Hedwig Gerlach. Pada saat yang bersamaan, putri mereka yang
kedua lahir dan diberi nama sama seperti ibunya yaitu Hedwig.
Karena kesehatan Gerlach yang tidak menentu maka Basel Mission memutuskan
untuk memulangkan keluarga kecil ini kembali ke Eropa pada tahun 1935. Dari November
1935 sampai Maret 1938, Gerlach bekerja dalam pelayanan rumah misionaris di
Hersfeld (Jerman Selatan). Karena kecintaan Gerlach terhadap orang-orang dayak
Maanyan maka pada tanggal 14 September 1938 Gerlach
dan istrinya dengan seijin Basel Mission kembali ke Tamiang Layang dan kembali
melayani jemaat disana. Hanya saja ke dua anak perempuan mereka tidak
diikutsertakan, namun dititipkan di Panti asuhan yang dikelola oleh pihak
Basel Mission yang berada di komplek Basel Mission di Basel Swiss, kedatangan
Gerlach dan istri disambut suka cita oleh masyarakat dayak Ma’anyan yang berada
di Tamiang Layang.
putri Gerlach yang ditengah memegang palungan, saat merayakan Natal di rumah yatim piatu milik Basel Mission di Swiss foto diambil sekitar akhir tahun 1939an
Berpisah
dengan orang yang di Cinta
Berita tentang perang tersebar sampai ke Tamiang
Layang hal itu membuat Gerlach waspada, tahun 1940 pecah perang dunia ke II
keadaan Eropa menjadi kacau pasukan SS NAZI-Hitler dari Jerman mengguncang Eropa, dimana Eropa
termasuk Negara Belanda juga jatuh ke tangan kekuasaan Fasis Jerman. Belanda
yang saat itu penguasa wilayah Indonesia mengambil tindakan dengan menangkap
dan mengintenir (menahan) orang-orang Jerman Termasuk Gerlach dan istri di
Kandangan. Seakan mendung menghampiri Gerlach dan istrinya. Saat Gerlach
penahanannya dipindahkan ke Ngawi Jawa Timur, Ny Gerlach dipisahkan dari
suaminya beliau dikirim ke Banyu Biru. Keduanya yang sejak awal tidak pernah
berpisah, kini harus berpisah sungguh saat-saat yang berat yang harus
dialami Gerlach. Berkat lobi dan batuan
dari pihak kosul Swiss sehingga Ny Gerlach dan istri-istri missionaris lainnya,
diserahkan kepihak Jepang (dimana pada saat itu Jerman-Jepang-Itali merupakan
sekutu saat perang dunia ke II) sehingga Ny Gerlach dikirimkan ke Jepang pada
Juli 1941. Sedangkan nasib Gerlach dan para missionaris lainnya harus pontang-panting
dari penjara ke penjara, dimana dari Ngawi Gerlach dipindahkan ke penjara yang
dianggap lebih aman yaitu Kuta Cane di Sumatera. Demi keamanan dan untuk
menekan pihak Jerman dan sekutunya, maka pihak Belanda sadar kalau tawanan
mereka setiap saat bisa saja direbut oleh pihak Jepang untuk keamanan. Maka
para penginjil berwarganegara Jerman dikirim ketempat yang paling aman, yaitu
wilayah kekuasaan dari sekutu Belanda yaitu Inggris dengan wilayah jajahannya
yaitu India. Maka Gerlach dan para
penginjil Jerman lainnya dikirim ke India.
Kisah
cinta yang tetap bertahan
Baik Ny Gerlach maupun Gerlach, keduanya tidak
bisa kemana-mana hal itu diakibatkan intensitas perang dunia yang makin lama
makin meningkat. Ny Gerlach tertahan di Jepang sedangkan Gerlah tertahan di
India tepatnya di Bombay (sekarang Mumbay). Adanya kabar bahwa Basel Swiss akan
di bom saat perang membuat Gerlach menghawatirkan keadaan kedua putrinya, hanya
berdoa ke pada Kristus agar segala putri dan istrinya selamat. Tak ada
transportasi yang berani mengantarkan ke Swiss karena perang yang sedang
berkobar dipenjuru dunia baik di Eropa maupun di Asia. Setelah perang usai
pihak Inggris mengijinkan Georg Gerlach pulang ke Eropa pada November 1946.
Begitu Jepang sudah dikuasai pihak Amerika maka Ny.Gerlach pun dipulangkan juga
ke Eropa pada Januari 1947.
Suasana mengharu biru Gerlach akhirnya bertemu
dengan istri dan anak-anaknya di Basel Swiss, semuanya menangis berpelukan
ujian dan cobaan akhirnya berlalu. Ternyata pengasihan Tuhan tidak pernah
berlalu dan meninggalkan Gerlach sekeluarga. Gerlach sekeluarga akhirnya
menetap di Grötzingen dan Gerlach
menghembuskan nafas terakhir tak lama setelah Natal tepatnya 29 Desember 1966 dan dimakamkan di Grötzingen dekat
Karlsruhe Jerman. Sedangkan istrinya Hedwig Lange Gerlach meninggal
dunia pada tanggal 05 Juli 1969 dimakamkan didekat makan suaminya.
Semangat Gerlach masih hidup
Gerlah dan istrinya telah memberi sumbangan yang besar terhadap
orang-orang Maanyan di Tamiang Layang dan tidaklah heran maka sebenarnya ketua
resot pertama di Tamiang Layang bisa dikatakan adalah Gerorge Gerlach.
Berdirinya gereja Palanungkai adalah prakarsa beliau dibantu oleh Trostel dan
Wailer, kecintaanya terhadap jemaat di Tamiang Layang lah yang membuat Gerlach
kembali. Terima kasih banyak G.Gerlach, seluruh jemaat Kristen Dayak Maanyan bangga
dan berterima kasih kepada anda dan kami yakin, semangat Gerlach tetap hidup di
Gereja Palanungkai Tamiang Layang dan disetiap dentang lonceng gareja yang
memanggil jemaat pada hari minggu.
Sungguh sangan menginspirasi lebih taat lagi kepada Tuhan Yesus👍👍👍
BalasHapusTerimakasih atas cerita ini, Pak. Ijun share ya pak, dan apakah boleh saya mengetahui buku bacaan yang harus sata punya untuk mengetahui sejarah mendalam tentang penginjilan di Kalimantan? Terimakasih 🙏
BalasHapus