DAYAK MAANYAN BUKAN ANJING KOLONIAL
by : Hadi Saputra Miter
Tulisan saya tentang Suta Ono yang berjudul, Suta Ono: Pahlawan Ataukah Kaki Tangan Kolonial? Lumayan memancing kontroversial.[1] Banyak yang mencaci maki bahwa Maanyan adalah penjajah dan segenap kata-kata tuduhan mengarah ke rasis. Saya menyadari bahwa ketidak samaan pandangan hadir karena mereka menggunaan kacamata dunia saat ini sebagai cermin untuk melihat masa lalu, yang tentu saja kontek's dan situasi yang berbeda. Kemudian mereka juga membandingkan bahwa Kerajaan Banjar adalah Indonesia, sedangkan Belanda Penjajah dan orang Maanyan sebagai kolaboratornya, sebuah pandangan picik yang mengekerdilkan arti sejarah. Suta Ono adalah produk Maanyan masa lalu yang merasakan bagaimana hidup dibawah kontek's tirani raja-raja local yaitu Kesultanan Banjar yang bahkan diera belum ada yang namanya Negara Indonesia.
Dayak menuntut
keadilan
Lalu pertanyaanya apakah Maanyan itu hanya benalu negara ini, tanpa ada kontribusi apapun bagi negeri ini? Kita akan bicara apa peran orang-orang Dayak
Maanyan dalam konteks pergulatan lahirnya sebuah negara yang bernama Indonesia
tersebut. Para intelektual Maanyan rata-rata lahir dari pendidikan sekolah yang
didirikan Zending, namun sekolah sekolah tersebut tidak diakui oleh pemerintah
Belanda sebagai sekolah standart, karena untuk menjadi pegawai birokrat pemerintah
Hindia Belanda harus menempuh pendidikan berstandart dari pemerintah Kolonial. Sehingga lulusan sekolah Zending (volkschool) hanya
terbatas menjadi menjadi guru untuk sekolah Kristen, pegawai kantor zending
saja dan memegang jabatan lokal saja (kepala adat). Oleh karena itu pada
tahun 1920an anak-anak Dayak hanya
menjadi penonton saja, sedangkan orang-orang dari suku Banjar yang hidup
diperkotaan bisa mendapatkan akses pendidikan standart Hoofden School dan
bekerja dibirokrasi pemerintah Belanda, serta menduduki jabatan strategis untuk
orang pribumi.
Pakat Dayak dan Indonesia
Atas dasar itu orang Dayak dipimpin Hoesman Baboe tahun 1922 mendirikan sebuah kelompok yang bernama “Sarikat Dayak” kemudian berubah menjadi “Pakat Dayak” yang terinspirasi dari Sarikat Islam. Sebuah organisasi yang meminta keadilan agar orang-orang Dayak punya akses memiliki pendidikan berstandart dari pemerintah Belanda dan agar orang-orang Dayak juga bisa bekerja dibirokrasi. Karena itu Pakat Dayak mendirikan sekolah yang dinamakan Hollands Dajak school (HDS) pada 1 Juli 1924 di Desa Hampatong, Kuala Kapuas. yang kemudian sekolah-sekolah HDS juga didirikan diwilayah lain seperti juga wilayah Maanyan pada akhir 1939. sekolah tersebut berdiri dari uang anggota Pakat Dayak dan bantuan dari Badan missi jadi bukan dari pemerintah Belanda. Pada tahun 1938 dibentuk Kongres kesadaran Bangsa Dayak yang mempersatukan orang-orang Ngaju, Maanyan, Lawangan, Oot Danum dll. Sebagai upaya agar orang Dayak bisa mengirim wakil diparlement (Volkstraad) sedangkan Banjar sudah memiliki wakil di Batavia. Komite Kesadaran Bangsa Dayak memberikan dua putra Maanyan terbaik yaitu Cornelis Luran dan Doeradjat, kelahiran Telang:
Ketua : Mahir Mahar.
Wakil : E.S Handoeran.
Sekertaris : Cornelis Luran.
Komisi I : Doeradjat.
Kelompok ini juga memiliki corong
propaganda yang bernama Suara Pakat, yang mulai membicarakan ide-ide nasional
mengenai isu kemerdekaan bangsa Dayak dan Indonesia Raya. Suara pakat edisi 1940
menulis :
“Pakat Dajak berdiri boeat menpesatoekan Indonesir Dajak, mengkat deradjat martabat dan hakekat Indonesir dajak atau mengambil tindakan akan menjelma hak Indonesir Dajak terhadap noesa dan bangsa lain disekelilingnja….”[2]
Cucu dari Suta
Ono sendiri dari istri ke 2 yaitu anak dari Kiai Badowo, dia adalah Mangan Badowo, dia
meyandang jabatan Kiai (camat) ditengah situasi peralihan antara Belanda dengan Jepang,
Mangan Badowo pada tahun 1942 diposisikan sebagai kepala adat untuk wilayah
Paju Epat, dimana status Paju Epat dan Dusun Timur era Jepang merosot menjadi
anak distrik dibawah Kalua.[3] Namun dilain pihak situasi
ini nampaknya yang membuat Mangan Badowo mulai menemukan inspirasi tentang pergerakan
Nasional dan perjuangan melawan imperialisme Barat yang dihembuskan oleh Jepang,
sehingga saat Belanda kembali mengambil kekuasaan dari tangan Jepang. Mangan
Badowo dilaporkan dan dipecat dari jabatannya serta status pegawai dari pemerintah Belanda
pada tahun 1949 melayang, dikarenakan sikap Nasionalisnya yang mulai vokal
mendukung kemerdekaan Indonesia.[4]
Fridolin Ukur
dan nafas Nasionalisme
Pdt. Fridolin Ukur mengakui bahwa semangat kebangsaan dan
nasionalisme yang diamiliki sehingga memtuskan untuk akngkat senjata membela
Negara Indonesia melawan agresi militer Belanda paska kejatuhan Jepang
dipengaruhi tulisan kelompok Pakat Dayak :
“Pada awal kedatangan Jepang, pak Ukur pulang ke kampung.
Suatu Ketika ia melihat buku-buku ayahnya, dan ia menemukan sebuah buku
organisasi pakat Dayak. Di halaman pertama buku tersebut ada lagu Indonesia
Raya dan halam-halaman selanjutnya beris Anggaran Dasar Rumat Tangga Pakat
Dayak, kemudian lagu-lagu tentang Pulau Kalimantan. Dari situ muncul semangat
kebangsaan dalam diri Ukur kecil yang ternyata sangat besar perannya dalam
membentuk watak kebangsaannya dikemudian hari.”[5]
Pak Ukur akhirnya bergabung dalam organisasi Pemuda pemudi Kristen Indonesia(P3KI) menjadi greliyawan menyeludupkan pidato-pidato nasional Bung Karno kepada masyarakat dan kemudian dia yang bergabung dalam ALRI Devisi IV Kalimantan. Dia dengan abangnya Wilson Ukur mendirikan markas perlawanan terhadap pemerintah Belanda bernama "Banteng Hitam" di desa Sanggu.
Maayan
Indonesia
Dayak Maanyan sebuah
kelompok yang juga sadar bahwa
dibawah kesultanan Banjar mereka hanya akan menjadi hamba dari
sultan oleh sebab itu mereka berlindung dengan Belanda, tetapi setelah muncul
ide-ide persatuan dan semangat nasionalisme
kebangsaan setelah gerakan sumpah pemuda tahun 1928 secara pelan-pelan mereka
bergabung dalam sebuah kelompok yang juga ingin ber Indonesia. Berawal dari rasa ketidakadilan yang dilakukan terhadap
orang Dayak kemudian mereka menuntut keadilan dan kesamaan hak kepada Belanda. Sayang
upaya tersebut terhenti karena kedatangan Jepang, namun setelah Jepang pergi
orang Maanyan melanjutkan kebulatan tekadnya akan sebuah negara Indonesia
merdeka Bersama suku-suku yang lain. kami bukan anjing kolonial kami bangsa merdeka yang bebas bukan hamba Kesultanan dan juga bukan hamba Kerajaan Belanda.
[1] Tulisan
saya dikutip oleh penulis dari pihak Kesultanan Banjar dalam buku, Ahmad Bardjie, Perang Banjar Barito 1859-1906
(Martapura : Pustaka Agung Kesultanan Banjar, 2015). 264
[2] Dana Listiana, Satu Dayak menjadi Indonesia-Dayak : Impian
Persatuan Bangsa Dayak dalam soera pakat terbitan Banjarmasin pada tahun
1940-an. Dalam, Penguatan dan Pelemahan Persatuan Bangsa Media dan Tokoh di
kalimantan Selatan ( 1923- 1959 ), (Bandung: Media Jaya Abadi) .58
[3] Surat
Pengakuan No.3/494/2/1942 diterbitkan oleh Minseibu
Bandjermasin Shutchoscho-Cho atas nama Mangan sebagai kepala adat Paju IV,
tertanggal 1 Juli 1942.
[4] A.B
Hudson, Padju Epat : The Ethnography And Social Structure Of A Ma'anjan Dayak
Group In Southeastern Borneo (Michigan USA: University Microfilm, 1967). 234
[5]Darius Dubut ... [et al.], Kurban yang berbau harum : 65 tahun Pdt. Dr.
Fridolin Ukur (Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan PGI bekerja sama
dengan Sinode Gereja Kalimantan Evangelis, 1995.).5-6.
Siiip mantap sangat mencerahkan, sejarah memang harus dilihat sesuai kontek jaman itu, tdk dgn beda kontek, terima kasih Om Hadi utk tulisannya. Tabe.🙏
BalasHapusMantaff saudaraku, mudahan mata dunia terbuka lebar terhadap peran Dayak Ma'anyan dalam perjuangan merebut kemerdekaan. harapan tokoh tokoh tersebut bisa dihargai menjadi pahlawan nasional oleh pemerintah Republik Indonesia 🙏
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusaneh dan sangat naif kalau ada beranggapan maanyan "pro kolonial" tulisan ini mencerahkan dan membuka mata siapa saja, bahwa maanyan juga berkontribusi sangat besar bagi kemerdekaan ...
BalasHapusSalam teka aku turunan siong telang; Gumi ngamang talam batung mira putut telang mira lawi. Amun, naan buku Pakat Dayak. Tolong bagikan baran copyan ni ma aku, mungkin aku akan ngetik ulang dan na ampasuk ma pdf pak na scan. Atau amun naan buku TANYA JAWAB SUKU DAYAK. FRIDOLIN UKUR. andri . THE MAANYAN PADJU EPAT. ALFRED B HUDSON. AWAT KIRIM MA EMAIL LAH. @Jeanpahulsatire@gmail.com. Tabe pak.
BalasHapusAku hingka sadi hamen tuu mambaca buku yiru, tapi pasuah aku kahaba hampe itati. Sini ninung kawan datu angah sadi welum, uyuh tuu na antara tutur lawi kawan pulaksanai kula takam.
BalasHapus