ERNST WILHELM FEIGE
(Yang Terlupakan)
by: Hadi Saputra Miter
Ditengah kesibukan menjalani perkuliahan di negri orang, dan hiruk pikuknya
University Day atau ulang tahun Universitas, saya memutuskan mengambil waktu
untuk menulis dikarenakan hutang yang belum juga terbayar sampai saat ini
dimana blog terlalu lama menganggur beberapa teman menyindir “itu blog kok lama gak update” memang
persoalan menulis kadang juga harus disertai dengan mood.
Sudah cukup lama waktu bergulir, sebelum berangkat kuliah sempat
iseng-iseng menengok makam Missionaris Ernest W. Faige yang menjadi
kontroversial karena tulisan yang saya lemparkan tempo hari. kedatangan saya
bertepatan dengan jemaat bekerja bakti membersihkan lahan pastori dan Ketua
Resot Tamiang Layang bapak Pdt.Gunedi, MT.h merencanakan untuk memindahkan
makan si Missionaris karena memang dianggap tidak layak berada disamping Saptic
Tank (tangki tinja). Saya membandingkan dengan keberadaan makam missionaris
dengan makam Putri Mayang yang dikeramatkan walaupun (maaf) cerita tentang si
putri sendiri masih simpang siur, yang menjadi destinasi wisata
unggulan di Bartim..tidak salah hanya sekedar sebagai pembanding. Hal yang sama juga terjadi saat kita berbicara
makan kepala suku Paju Epat Suta Ono yang dikeramatkan tersebut, kalau kita bandingkan dengan makam Missionaris Faige yang tidak terurus disamping saptic tank dan tempo
hari juga dijadikan tempat pembuangan sampah. Jangankan menjadi destinasi wisata,
diperdulikan pun tidak.
ERNST WILHELM FEIGE
Siapa itu Ernst Wilihiem Faige, saya akan ungapkan dengan perlahan. Keberadaan
Faige di Kalimantan tidak terlepas dari Duo missionaris Jerman yang diutus ke
tanah maanyan setelah sempat ditinggalkan karena meletusnya “Perang Banjar”
tahun 1859, dua serangkai itu adalah Ernest Whiliam Faige dan Missionaris Tromp dari
badan missi RMG ( Rheinische Missionsgesellschaft ) dengan keputusan Resident di
Banjarmasin. Keputusan tersebut dikeluarkan tanggal 4 Juni 1875 yang isinya
memberikan ijin kepada dua orang missionaris RMG yang baruuntuk diutus bertugas
di daerah Maanyan, dengan syarat yang tercantum dalam poin sebagai berikut:
· Selalu melaporkan setiap kegiatan dan pekerjaan mereka secara rutin.· Para misionaris diharuskan untuk menetap di dekat kediaman dari Soeta - Ana (Soeta Ono-red)di kampung Telang.· Bahwa tugas mereka (penginjilan) hanya untuk wilayah landscape Sihong.· Perjalanan atau ekspedisi keluar atau ke wilayah lain di luar Doessan timur (hal yang berhubungan dengan pelayanan) bisa dilakukan, di kemudian hari setelah mendapat persetujuan dari warga"sejauh apabila semuanya berjalan dengan baik”.[1]
Pada tahun 1875 pintu tanah
Maanyan terbuka lagi untuk misi. Di Telang misionaris Feige dan Tromp menetap
dengan sejumlah Pandeling Ngaju (Jipen). Pada awal kedatangan mereka,
sesuai dengan Keputusan Resident maka mereka tinggal di kediaman Soeta Ono,
tapi setelah itu mereka pindah ke Balai sebuah bengunan besar yang berfungsi
semacam gedung pertemuan. Sampai akhirnya
membuat tempat kediaman sendiri. Tromp memutuskan tinggal di Telang sedangkan
Faige ke Tamiang Layang.
Ernst W. Feige membuka kembali
pos missi di Tamiang Layang, dia tinggal menetap di Tamiang Layang pada tahun
1878. Tidak terdapat lagi bekas-bekas dari pekerjaan dari missionaris Klammer,
nampaknya karena bertahun-tahun ditinggalkan maka orang-orang yang pernah
dibaptis Oleh Klammer, yang karena ketiadaannya bimbingan maka mereka kembali
kepada kepercayaan lamanya. Feige menghadapi persoalan yang rumit dimana
Penduduk maanyan Tamiang Layang, tidak bersedia apabila bergabung dengan jemaat
orang pandeling/budak dari suku lain. Namun demikian Feige dengan
tekat yang kuat berbekal pengalamannya, yang sudah mengenal tipikal orang
Ma’anyan di Telang. Pada 1879 ia berhasil membaptis sebuah keluarga, dan
termasuk mereka sekarang tinggal di sekitar posnya. Ada 24 orang Kristen dan
kebanyakan saat kebaktian dihadiri hanya oleh orang- orang ini. Mengenai
pendidikan dan sekolah yang dirintis oleh Feige di Tamiang Layang, sekolah
memiliki 14 orang siswa dan pada tahun 1880 ditempatkan Timotius Marat sebagai
guru untuk menunjang bidang pendidikan[2]
Orang pertama yang dibaptis adalah
oleh Faige adalah seorang pria Tuli dari kampung Sangarwasie bernama Tindong,
setelah mendapatkan pendidikan katekesasi selama 3 minggu, maka Feige
membaptisnya pada 19 November 1882. Ia memilih sendiri nama baptisnya yaitu
Karl sehingga namanya menjadi Karl Tindong. Istri dan keluarga Karl Tindong pun
mulai tertarik untuk diajarkan tentang Kekeristenan. [3]
Schüler mit Schulhaus in Djaar 1890an
Dalam perjalan penginjilannya
di medan berat tanah Ma’anyan ini, Feige berjalan dengan telanjang kaki, celana
digulung serta mengenakan topi ayaman dan pada malam hari Karl Tindong berjalan
didepan sambil memegang obor. Di setiap kampung yang mereka temui maka mereka
singgah serta mengumpulan orang dan berkotbah. Feige biasanya kotbah pertama,
baru kemudian dilanjutkan oleh Karl Tindong, dengan memberi kesaksian. Ibadah
dijalankan dengan teratur dan ditulis suatu tata ibadah dalam bahasa Ma’anyan.
Di kampung-kampung Misim, Bagok, Burum, Jaar, dan Tewah Popoh merupakan anak
jemaat Tamiang Layang. [4]
Perintis Jemaat Beto
Tahun 1888 Feige berhasil mencapai sebuah kampung yang
bernama Beto. Kata Beto berasal dari kata Balai
Dato. Kampung Beto adalah kampung yang orang-orangnya merupakan campuran dari
orang Maanyan, Ngaju dan Lawangan. Harapan Feige adalah mengumpulkan
orang-orang yang tersebar ke sana kemari agar menetap di Beto secara permanen.
Di sana dipercayakan oleh Feige seorang Dayak kristen bernama Zakaria,
perkembangan cukup signifikan terlihat dengan dibaptisnya salah seorang Kepala
Suku Dayak di Beto.
Namun di luar dugaan, ternyata wabah Kolera menyebar di
Beto, Tindong dan Zakaria meninggal dunia akibat peristiwa tersebut. Bersama juga
6 orang jemaat Kristen meninggal dunia dalam peristiwa tersebut, buntut dari
wabah tersebut berujung pada kekurangan bahan makanan.
Schule und Kirche Beto
(sekolah dan Gereja di Beto foto tahun 1890an)
Menolak kembali ke Jerman, namun kembali ke rumah Bapa
Menurut
statistik pada tahun 1899 di cabang-cabang Stasi Tamiang Layang tercatat jumlah
Staf Misionaris terdiri dari empat asisten penginjil dan dua orang senior.
Jumlah anggota gereja adalah 204 jiwa, termasuk 82 komunikan (persiapan
baptisan), Keempat sekolah memiliki 70 siswa. Pada tahun 1900 kondisi kesehatan
Missionaris Faige semakin memburuk sejak ia terjatuh dari kudanya, sehingga ia
semakin sering beristirahat dikediamannya di Tamiang Layang. Pihak RMG
menghimbau Faige untuk mengambil cuti dan pulang ke Eropa, namun itu ditolaknya
dengan alasan tidak ingin meninggalkan Stasinya atau menunggu penggantinya baru
setelah itu ia mau pulang ke Eropa. Namun pada 9 Juli 1901 pria dengan nama
lengkap Ernst Wilhem Feige yang akrab dipanggil dengan lidah lokal orang
Maanyan dengan sebutan “Tuan Tije”. Dimana Sakit parahnya tersebut,
membuat ia kembali ke pangkuan bapa disorga dan dimakamkan di Tamiang Layang.
tragisnya peristirahatan terakhir missionaris Faige
diantara sampah dan saptic tank
Biodata singkat
Nama : ERNST WILHELM
FEIGE (Panggilan Tuan Tije)
Lahir : Wilschkowitz (Silesia) Jerman sepelum Perang
Dunia I : 25, Mei-1840.
Meninggal dunia : Tamiang Layang : 9, Juli-1901
Pekerjaan sebelum bergabung dengan badan missi RMG
adalah blacksmith (pandai besi).
Menikah dengan : AUGUSE NEE HACKLAENDER, lahir 23, Desember 1842, meninggal 8, Mei 1918
bersama-sama
mereka memiliki 6 orang anak.
Wilayah Penginjilan:
- Telang
- Tamiang Layang
- Puruk Cahu
Sumber
Wolfgang Apelt : Archives and museum
foundation of UEM - archives/library Rudolfstr. 137, D42285 wuppertal
[2] Tomotius Marat adalah
asisten dari Missionaris Hadeland dalam menulis Alkitab bahasa dayak Ngaju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar