Sabtu, 05 Oktober 2013

WADIAN: Pengawal Kehidupan Dan penghantar kedunia ke-Matian


WADIAN:
Pengawal Kehidupan Dan Penghantar Kedunia Kematian

by
Hadi Saputra Miter

wadian Amunrahu



Mereka  itu wadian

Wadian (Balian) adalah pendamping mereka juga petunjuk jalan bagi masyarakat Ulun Maanyan, mereka memberikan pengambdian hidup mereka dalam siklus kehidupan manusia. Mulai dari kelahiran ( ituruk kasai ), menjalani hidup ( mira kaiyat, isirap dll) bahkan kematian ( ijame ).
Ada beberapa jenis wadian dalam masyarakat maanyan
  1. ·         Wadian niba welum
  2. ·         Wadian niba matei.

Namun ada pula wadian yang dapat melakukan keduanya yaitu wadian pangunraun.
Ada 6 bentuk wadian dalam masyarakat Maanyan:
  1. Wadian Amunrahu       : perempuan
  2. Wadian Topu’ondru     :Perempuan
  3. Wadian Dapa               :Perempuan
  4. Wadian Bawo               :Laki-laki
  5. Wadian Dadas             :Perempuan


wadian dadas


wadian Topu'Onru
Women healer-shamans (wadian) are known as amunrahu, tapu onrou, dapa' and dadas. The male healer-shaman is called b a w u . The Ma'anjan also have two other wadian, or shamans, the ma'anjan and the pisambe, the latter associated exclusively with death ritual. The former is a priestess who chants at both life and death rites. Neither of these two shamans ever danced (Judith Hudson 1963)
Wanita penyembuh/tabib (Wadian) dikenal sebagai amunrahu, tapu onrou, dapa 'dan Dadas. Laki-laki penyembuh/tabib disebut Bawu. Orang Ma'anyan juga memiliki dua Wadian lain, atau tabib, wadian ma'anyan dan atau disebut pisambe, yang terakhir terkait secara eksklusif dengan ritual kematian. Yang pertama adalah seorang imam yang mengucapkan mantra di kedua kehidupan dan upacara kematian. Tak satu pun dari kedua wadian melakukan tarian.  (Judith Hudson 1963)
Penjelasan Judith Hudson peneliti asal Amerika tersebut setidaknya bisa memperlihatkan bahwa wadian bukan hanya pemimpin ritual, tapi juga penyembuh/tabib.
Ada tiga bentuk tari wadian:
       wadian perempuan menggunakan Bahalai (syal), ada wadian perempuan menari dengan gelang, dan dukun laki-laki menari dengan gelang perunggu. Dari empat jenis wadian perempuan, salah satu yang dikenal sebagai amunrahu, yang menari-nari dengan bahalai, asli wadian Maanyan.  Tipe kedua, Dadas menari menggunakan gelang, ini jenis wadian menurut Judith Hudson merupakan perkembangan dalam sepuluh generasi masa lalu. Jenis wadian kedua lainnya, tapu 'onrou dan dapa', menggunakan kedua bentuk tari menggunakan gelang untuk masuk kesurupan (trance), dan jenis ini adalah turunan dari tradisi amunrahu, menari menggunakan gelang  pengaruh dari Dadas.
       Jenis wadian laki-laki, yang dikenal sebagai Bawu, diduga Bawu tidak asli dari daerah suku Ma’anyan, Istilah Bawu sendiri adalah nama untuk kelompok etnis kecil, erat terkait dengan Dajaks Lawangan, yang mendiami daerah pegunungan jauh ke utara dan timur wilayah Paju Epat. Salah satu dugaan yang khusus ini wadian ini adalah seni penyembuhan orang-orang Bawu, dari mana ia menyebar ke seluruh bagian tenggara Kalimantan. Secara signifikan, Bawu sangat berbeda dari bentuk-bentuk tarian Maanyan.

wadian Ijame (matei)



Wadian tiba matei
(Balian sepecialisasi untuk masalah kematian)
Wadian tiba welum
(Balian sepecialisasi untuk masalah kehidupan)
Wadian pangunraun
Wadian Amunrahu     
Wadian Topu’ondru   
Wadian Dapa             
Wadian Niba matei
Wadian Bawo            
Wadian Dadas           

Menjadi wadian
Beberapa obrolan ringan saya dengan Ineh Lunggup, Wadian Pisame dari Siong. Ineh Lunggup menuturkan untuk menjadi wadian bukanlah hal yang mudah, itu adalah sebuah keterpilihan:

Amuk wadian
Ineh Lunggup mengatakan bahwa ia menjadi wadian karena keterpilihan dimana dia dirasuki oleh roh wadian yang diistilahkan dengan amuk wadian saat dia berumur 50 tahun. Dengan menerima amuk berarti, harus diikuti dengan proses miaku atau pengakuan bahwa dirinya lah yang dipilih melanjutkan tongkat estafet ke-wadianan dan siap melaksanakan tugas sebagai wadian.

Mialut.
Proses lanjutan setelah mengakui bahwa dia siap menjadi wadian maka ada tahap mialut, diamana ineh Lunggup diminta meniru Hyang (mantra) dari guru wadiannya (Rampu) Nini Karya, dimana ineh lunggup menjadi Anak amu (murid). Marko Mahin mencatat ada padien atau larangan selama proses mialut selama 3 bulan.
  1. Tidak boleh menyentuh tanah, kalau mandi disungai harus digendong.
  2. Tidak boleh bicara kecuali dengan rampu atau wadian senior yang menjadi guru.
  3. Selalu batatupung (kain yang dibelitkan menjadi semacam topi)
  4. Tidak boleh berhubungan seks dengan suami.
  5. Tidak boleh nguta wadai (makan kue)
  6. Hanya boleh makan makanan kecuali:rebusan ikan wadire, kakapar, pahiau (tanpa bumbu)
  7. Tidak boleh minum teh dan kopi
  8. Tidak boleh memegang tutup panci.
  9. Selalu membawa rawen rirung kamat



Itumang
Itumang adalah semacam proses ipentahbisan, yang dilaksanakan saat Ineh Lunggup dinyatakan sudah layak menjadi seorang wadian. Ada prosesi yang menarik dimana telapak tangannya di iris kemudian dimasukan 9 butir beras kemudian dibebat dengan kain selama 3 hari 3 malam dan dikurung dalam rinring. Setelah melewati prosesi panjang maka Ineh Lunggup dianggap layak membaca hyang matei untuk para wadian matei khususnya wadian pisame.

 Ada 3 tingkatan dalam menjadi wadian
  1. Ayak kingking                                 :  Masih calon wadian
  2. Tumang satengah/ Ayak Manta   : masih dalam tahap belajar menghafal hiyang-hiyang
  3. Tumang jari                                     : sudah lulus menjadi wadian





wadian di era post modern

      Nampaknya wadian pelan-pelan warus menepi dimana modernitas menggempurnya, dan wadian nampaknya telah mengambil strategi dengan mengakali jaman, dan membuat wadian modern yang berorientasi kepada seni hiburan dan dijual ke pariwisata. tak ada yang salah itu strategi budaya menyikapi perubahan jaman. pernah saya pribadi menanyakan tentang wadian bulat kepada wadian Ineh Uci di Ja'ar, dia mengatakan dengan tersenyum "Ah..itu hanya hiburan bukan bagian dari wadian, pada pertengahan tahun 70an ada seorang bernama Kinoy mempoluerkan tari ibulat tersebut".
     Perubahan awal dari wadian sebagai ritus ke wadian sebagai kesenian juga melewati proses perdebatan panjang pada awalnya, namun seiring kebutuhan dimana Wadian Ritual bukan yang utama, melainkan Wadian kesenian sajalah yang kita lihat sekarang.


Sumber :

wawancara dengan Ineh Lunggup (Tu Lunggup) satu-satunya wadian pisame di desa Siong, hubungan kekerabatan antara saya dengan ineh Lunggup dikarenakan anak tertuannya ineh Nana menikah dengan sepupu saya Sida Miter.

foto-foto adalah dokumen milik Judith Murddock Hudson, tinggal di Amrest USA.

Marko Mahin, Wadian pangunraun: Ketika Wanita Menjadi Subjek dalam Mengasihi Tuhan dan Sesama Ciptaan ( Banjarmasin: Unit Publikasi STT GKE, 2008)

Maan Wada, Hukum Adat Paju Sapuluh (tidak diterbitkan, 2003)

Anjarani Mangkujati Djandam, Wadian Perempuan: mencari identitas Dayak Maanyan (masa kini) dalam Budi Susanto SJ, Politik Poskolonialitas di Indonesia (Yogyakarta : Yayasan Kanisius, 2003)

Judith Hudson, Some Observation Dance In Borneo ( Itaca: Cornel University, 1967)


1 komentar: