Kamis, 07 Maret 2013

ERNST LUDWIG DENNINGER & CARL JOHANN KLAMMER ( Zending isa Palanungkai)



ERNST LUDWIG DENNINGER   Dan
CARL JOHANN KLAMMER :
Dua Penginjil Pertama Di Tanah Ulun Ma’anyan
oleh: Hadi saputra miter
prasasti pendirian 
RMG ( Rheinische Missionsgesellschaft )
di Barmen Jerman


       Cukup lama saya absen menulis dikarenakan masih belum dapat mood, setelah saya buka-buka arsip dan korespondensi dengan kawan-kawan di Wuppertal Jerman maka saya bisa mengmpulkan data 2 orang tenaga Zending atau tenaga penginjil paling pertama yang dikirimkan ke wilayah dayak Ma’anyan, yaitu tuan Daningger dan tuan Klammer, walaupun untuk kasus Daningger memiliki data yang cukup lengkap selama berada di Murutuwu, dimana secara ruitin ia  menulis setiap kegiatannya di Murtuwu dan Siong secara berkala dan lengkap. sayang untuk foto nya pihak museum di Wuppertal mengakui tidak menemukannya. dan sebaliknya sangat berbeda dengan tuan Klemmer walaupun pihak museum memiliki fotonya namun dia tidak memiliki catatan pekerjaannya selama di Tamiang Layang.
           Kedatangan kedua penginjil ini tidak lepas dari badan missi RMG yang mengirimkan Barenstein ke Kalimantan pada tahun 1835 setelah melakukan survey maka diutuslah para penginjil lain ke wilayah Ma’anyan sebuah komunitas dayak yang ternyata sangat berbeda dari yang mereka temui diwilayah Kapuas dan pulau petak salah satunya bahasa dan kebiasaan.
                Kedua penginjil ini harus meninggalkan tanah Ma’anyan akibat pergolakan politik dan yang berujung pada sentiment anti kulit putih, yang nampaknya memang menghambat perkembangan penginjilan, terlebih lagi perkembangan penginjilan di Kalimantan bisa dikatakan sangat lambat dan menyedihkan.

ERNST LUDWIG DENNINGER
        Lahir  di Berlin,  04-12-1815 / Meninggal  di Batavia (Sekarang:Jakarta), 27-03-1876
Pekerjaan awal adalah pembersih cerobong asap. Setelah terpanggil dan mengikuti pendidikan Seminari Misi RMGselama kurang lebih 4  thn. 1844-1847, Denninger ditetapkan sebagai misionaris.
Tgl. 11-10-1847 menikah dengan Sophie Jordan wanita kelahiran Kassel Jerman
Foto Denninger sekeluarga sampai hari ini belum ditemukan atau diarsipkan, kendati pernah dicetak/diperbanyak.
Oktober 1847 perjalanan sebagai utusan misi dimulai, dikirim ke Kalimantan
1848-1851 tiba di Banjarmasin dan bertugas di stasion Bintang (Kapuas)
Bertugas di Stasiun Sihong (Siung dekat Telang) dan Maratowo (Murutuwu) pada tahun 1851-1859 selama berada di Murtuwo lah Daningger membuka sekolah dan banyak memberikan pendidikan baca tulis kepada anak-anak dayak  Ma’anyan. Dimana beliau akhirnya meninggalkan Murotuwo melewati Telang untuk mengungsi ke Banjarmasin akibat meletusnya “perang Hidayat”.

    Danninger biasa dikatakan sebagai peletak pendidikan modern pertama untuk orang Ma’anyan dimana sekolah kecil yang dibangunnya di Murutuwu berhasil membuat sebagian orang-orang Maanyan menguasai baca tulis, menurut C.Banggert seorang administrator pemerintah Belanda saat ekspedisi disungai Barito tahun 1857.
Badan penginjilan RMG memutasi Danninger ke pulau Nias.

 CARL JOHANN KLAMMER

Missionaris C. J. Klammer

         Lahir  19 November 1826 di Wesel Jerman, meninggal tahun 13 Maret 1897 bekerja sebagai tukang kayu, bergambung dengan RMG karena terpanggil untuk mengabarkan Injil Kristus  kemudian dikirim ke Kalimantan 1855.
      Menikah dengan seorang wanita bernama Henriette nee Brandt, pada tanggal 25.11.1826 di Wesel Jerman. Menginjili di Tamiang Layang selama tahun 1957-1959, walaupun masa pelayanan Klammer singkat, namun banyak hal yang menarik dimana dia juga melayani Kampung Patai dan dia mendapat sambutan positif di Tamiang layang. Saya meyakini karena singkatnya pelayanan maka jemaat yang dibina pun belum sempat berkembang.

Kartu pegawai RMG milik Klammer

Kartu riwayat hidup milik Klammer
dapat dilihat tahun 1857 penginjilan pertamanya
di Tamiang Laijang (Tamiang Layang)

     Saat meletusnya “perang Hidayat” dimana muncul sentiment anti kulit putih, dalam perjalanan pengungsiannya menuju Banjarmasin menyusuri sungai Sirau Klammer hampir dibunuh oleh orang melayu/Banjar saat disungai Sirau namun diselamatkan dengan aksi heroik oleh Soeta Ono sehingga Klammer dititipkan disebuah kapal perang tentara Belanda (Stoopship) bernama  “Celebes” dan dikirimkan menuju Banjarmasin agar diungsikan dimarkas tentara Belanda disana, kejadian tersebut dicatat pada tanggal 19 mei 1859. Klammer di instruksikan pindah ke tanah Batak yaitu Sipirok Sumatra Utara

semoga bermanfaat bagi kita.

Sumber :
wolfgang Apelt ; Archives and Museum Foundation of UEM is to collect, preserve and document the archive and museum material of the United Evangelical Mission (UEM), esp. of the Rhenish Mission Society and the Bethel Mission. Wuppertal German.
Le Rutte, Episode Uit Den Banjarmasingchen Oorlog:Expeditie De versteking Van Pangeran Antesarie (Laiden: 1863)
Fridolin Ukur, Tuaianya Sungguh Banyak (Jakarta:BPK Gunung Mulia 2001)
Von F Kriele, Das Evangelium Bei Den Dajak Auf Borneo, (Barmen: Verlag des Missionshauses in Barmen, 1915)
Hermann Witschi, Cristus Siegt Gheschite der Dajak-mission auf Borneo, ( Basel mission house 1942).
Berichte der Rheinishen Mission Gesellsaft: missionar Danninger (Barmen: Verlag des Missionshauses in Barmen, 1853)
C.Banggert, Verslag  Der Reis In De Binnenwaarts Gelegene Straken Van Doessoen Ilir (Laiden: KITLIV 1857)
The archives number is: 4011-152 and the copyright belongs to the Archives and Museum Foundation of the UEM.


Jumat, 18 Januari 2013

SAAT SENI TERGANJAL POLITIK


SAAT SENI TERGANJAL POLITIK :
Saat Ulun Maanyan Terperangkap Pergolakan Politik 1965 
            

By: Hadi Saputra Miter

Menari karena identitas
Saya dibesarkan dikampung Haringen, sebagai seorang Maanyan asli saya dibesarkan dengan budaya Maanyan yang saya cintai. Setelah menyelesaikan pendidikan saya di Tamiang layang, saya masuk militer di Palangkaraya, saya kemudian di tugaskan di Kapuas dan menikahi seorang perawat cantik yang berasal dari Buntoi Penda Alai, kami menetap dirumah dinas tentara di kuala Kapuas. Sebagai seorang pemuda maanyan yang mencintai budayanya, saya sangat  pandai dalam menari Bawo, sehingga  banyak orang memuji kepandaian saya. Sampai pada suatu ketika saya bertemu dengan seorang seniman dari LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang diasuh oleh PKI (Partai Komunis Indonesia) saya sering diajak oleh seniman-seniman LEKRA menari kemana-mana dan saya diijinkan oleh kesatuan.

LEKRA (Lembaga Kebudajaan Rakjat) tahun1950an di Jakarta

Mimpi buruk itu datang
Sampai pada saat peristiwa GESTOK (Gerakan Satu Oktober) meletus di tahun 1965, semua elemen PKI dibersihkan, ditangkap ditahan bahkan ada yang kabar tersiar banyak anggota simpatisan PKI yang dibantai oleh militer di Palangkaraya. Nama saya tercantum sebagai anggota PKI karena ada nama saya dalam catatan anggota penari LEKRA yang notabene sebagai bagian dari PKI. Semua menjadi kacau istri saya dipecat sebagai perawat, sedangkan saya langsung diberhentikan dari kesatuan sebagai seorang tentara.
Saya sempat ditahan, namun karena saya memang banyak kenal tentara disitu maka saya tidak diapa-apakan sehingga sekitar beberapa bulan kemudian saya dibebaskan, kami diusir barang-barang kami dibuang diteriaki komunis anjing dan sebagainya. Semua kawan seolah menjauhi saya dan istri, walaupun saya dilepaskan namun tetap wajib lapor dan KTP saya ditandai sebagai Eks Tapol yang dianggap terlibat G/30 S (gerakan 30 September) hilanglah semua hak hidup saya sebagai seorang Warga Negara. Istri saya mengajak untuk pulang kekampung nya yaitu Buntoi, stigma sebagai PKI membuat saya dan istri terkucilkan baik digereja, ditempat keramaian sampai ngobrol-ngobrol dengan orang pun sering dicibir. Saya sering berpikir sungguh tragis nasibku hanya karena menari atas rasa bangga sabagai Ulun Maanyan, akhirnya membuat hidup saya menjadi ketar-ketir.  Tapi satu hal bahwa saya sampai kapanpun tetap cinta dan bangga sebagi seorang putra Maanyan.


penangkapan orang-orang yang dianggap anggota 
PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1965an

 Ulun Ma'anyan di Antara Pergulatan Idiologi dan Seni
Peneliti Amerika A.B Hudson membenarkan bahwa sekitar tahun 1962-1964 ditengah-tengah orang-orang Maanyan terdapatnya tiga lembaga kesenian yang berafiliasi dengan partai-partai politik seperti LEKRA yang dibawah PKI, sedangkan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional) dibawah PNI (Partai Nasional Indonesia) dan BAKEDA (Badan Kesenian Dayak) namun yang paling aktif dalam membina kesenian adalah LEKRA.
Alm Pdt.DR Fridolin Ukur juga pernah menulis bahwa pengaruh partai PKI sangat kuat di Kalimantan, jadi pada tahun 1959 tidak aneh kalau kantung-kantung anggota PKI banyak tersebar di Barito Timur, Kahayan dan Kapuas. Secara pribadi saya menilai bahwa banyak Ulun Maanyan yang terlibat Komunis bukan karena politik tetapi karena ketidak pahaman mereka, bahkan meletusnya GESTOK sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan mereka. Mereka hanya korban dari perang dingin antara dua kubu besar Komunis dan Kapitalis pada masa silam.

Sumber:

Gerry van Klinken, Colonizing Borneo: State-building and Ethnicity in Central Kalimantan.(Cornell University 2004).
Fridolin Ukur, Tuayannya Sungguh Banyak (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2002).

Korespondensi Saudari Ajarani Mangkujati Djandam dengan Alferd Bacon Hudson, di Massecusett Amerika Serikat Vie E-mail, tahun 2003
Wawancara penulis dengan Bapak Lidi Bandjeng di Buntoi Kab. Pulang Pisau, tahun 2006.
Arsip  Pidato Kawan Messer Tanggap Peleng (Sekretaris CDB PKI Kalimantan Tengah) tahun 1957.