NGUME:
Ladang Sebagai Bagian Penting Dalam Lingkaran
Kehidupan
by: Hadi Saputra miter
Istilah ladang berpindah sebenarnya sangat
tidak tepat, karena kamus besar bahasa Indonesia menyebutkan Ladang: “sistem
bercocok tanam berpindah-pindah dari
satu bidang tanah (ladang) ke bidang tanah yg lain, biasanya dibuka dengan
menebang dan membakar sebagian hutan”. Jadi hampir tidak perlu lagi istilah Ladang berpindah,
sebenarnya.
Orang maanyan hampir sama dengan masyarakat
dayak pada umumnya dimana mereka menggunakan sistem berladang dalam memenuhi
kebutuhan pangan mereka, , beras atau weah adalah makanan utama disamping makanan yang lain atau disebut
dengan beras sentris. Penggunaan
system ladang inilah pada masa lalu membuat gerah para missionaris dalam sebuah laporannya Missionaris Tromp
saat di Telang ke badan missi di Jerman menyebutkan:
“Ladang
berpindah ternyata juga menjadi sebuah permasalahan, dimana ladang berpindah
membuat masyarakat dayak maanyan menjadi sulit untuk ditemui. Tromp mencoba
meminta bantuan dari pemerintah Belanda untuk mengambil sikap melarang sistem
ladang berpindah, namun permintaan Tromp tersebut nampaknya tidak diperhatikan
oleh pemerintah Belanda.”[1]
Bagaimana konsep orang Maanyan tentang ladang dan beras
Masyarakat Maanyan sebelum memulai berladang
biasanya membaca tanda-tanda alam, seperti melihat wawahiang awahat atau tanda bintang dilangit apakah boleh napas wini melepas bibit. Dalam konsep
mereka padi atau parei memiliki roh,
mereka menyebut roh beras akan pergi berlayar dengan perahu besar yang bernama “Banung
Mantiar” yang melakukan perjalanan ke Banjarmasin dan baru kembali saat
musim panen (masi).[2]
tempat roh beras yang ditaruh diladang
Proses penanaman padi dimulai sebagai berikut:
1. Pembukaan lahan
atau tamaruh neweng.
Proses ini
dilakukan dengan melakukan penebangan, penebasan dan pembakaran agar lahan
benar-benar bisa untuk tempat menanam. Dalam proses pembukaan lahan ada beberapa pantangan (padi pamantang), seperti:
·
Kalau parang untuk membersihkan patah maka
perladangan disitu harus dibatalkan
· Begitu juga kalau ada sarang tawon (wani) dilahan yang akan digarap, artinya
memang harus dibatalkan.
a) Tamaruh; memotong
kayu-kayu kecil
b) Neweng ; menebang pohon-pohon
besar
c)
Nutung ; membakar hasil tebangan melewati proses yang bernama ngekai jewe atau membiarkan hasil
tebangan kering untuk dibakar
d) Ipandruk ; membakar
kembali sisa-sisa pembakaran agar ladang lebih bersih
proses tamaruh neweng
2.
Penanaman padi atau Mu’aw.
Proses penanaman berlangsung, dengan
mengumpulkan orang penanaman berlangsung dimana kaum pria yang membuat lubang
tanam menggunakan tongkat yang disebut piehek.
Serta kaum perempuan dan anak-anak yang memasukan bibit kedalam lubang
Ada juga konsep yang
menarik, apabila satu keluarga baru dan membuka lahan sendiri untuk berladang. Maka
mereka harus membawa benih dari masing-masing keluarga untuk dinikahkan “ngadu wini”, sehingga benih yang akan
ditanam merupakan benih baru dalam sebuah keluarga yang baru. Ada 3 jenis
varian bibit (wini) padi dalam
masyarakay maanyan: 1. Lungkung 2.Gilai 3.Dite
pembuat lubang didepan, penanam dibelakang
tanrik ehek hiburan kala senggang
Kebanyakan orang maanyan akan meninggalkan
kampung dan pergi ketempat yang jauh untuk mengurus dan menjaga ladangnya.
Pondok kecil dibangun untuk menjaga ladang, berbulan-bulan meninggalkan
kampung. Namun tetap akan berkumpul kembali ke kampung pada saat ada hal-hal
yang dianggap penting seperti pernikahan, kematian atau pesta adat.
Penutup
Maanyan masa kini berbeda
mereka sebagaian besar sedah bukan masyarakat peladang, mereka sekarang
cendrung konsumtif dalam pengertian
pembeli beras bukan penghasil beras. Hal itu juga nampaknya pengaruh dari
perubahan budaya masyarakat yang memang tidak bisa dibendung lagi. Kehadiran agama
samawi juga nampaknya membuat nilai-nilai sistem berladang juga mengalami
berubahan dalam hal penyesuaian budaya. Namun modernitas juga nampaknya tidak
bisa serta merta mengubah kebiasaan beras
sentris nya orang maanyan, toh kehadiran roti dan mie instan juga tidak
mampu menggeser keperkasaan beras. Puang wising amun puang kuman nguta nahi....setuju.
Selanjutnya isu latah Global warming yang digulirkan dan
menunjuk hidung orang-orang peladang sebagai tersangka, nampaknya juga tidak
terlalu digubris oleh orang maanyan. Mereka akan menjawab silahkan saja, memang
bisa membuka lahan dengan tidak dibakar. Jawabanya juga satu boleh membakar
asal jangan sampai hutan yang terbakar, ya sudahlah...win-win solution.
bermanfaat,.. terima kasih
BalasHapus