Rabu, 01 Juni 2022

PERTOBATAN LUTAK YANG SUKA BERJUDI

 

PERTOBATAN LUTAK YANG SUKA BERJUDI

Ditulis oleh missionaris H. Sundermann, tahun 1919

Disarikan kembali oleh:

Hadi Saputra Miter

 

 

 
Ilustrasi Karl Lutak

 

Si Lutak suka berjudi

Suatu hari di tahun 1888 saya sedang duduk diruang kerja saya di stasiun Tamiang Layang. Seseorang mengetuk, Masuk ujarku, ternyata seorang pria Dayak beragama asli. Saya mengenal pria itu dengan sangat baik, dia adalah Lutak, adik dari Karl Tindong yang baru saja meninggal karena kolera, Tindong meninggal sebagai seorang Kristen. Saya sering bertemu dengan Lutak, juga berbicara dengannya tentang agama, tentang dosa dan anugerah, dan tentang satu hal yang perlu. Tetapi dia selalu menghindari kata-kata saya. Dia suka hidup sesuai dengan prinsip leluhurnya, merayakan aruh Dayak dan suka dalam perjudian. Menjadi seorang Kristen tidak cocok dengan gaya hidupnya, dan dia tidak menemukan cara untuk mengajaknya meninggalkan cara agama lama dan membuat dia menjadi taat kepada Injil seperti kakaknya Tindong "Saya mengundang orang itu untuk duduk dengan saya dan bertanya apa yang dia inginkan. Pertama-tama dia berbicara tentang ini dan itu, seperti yang biasa dilakukan orang Dayak, karena mereka tidak suka mengungkapkan sesuatu secara sekaligus. Saya menunggu dengan sabar sampai kata pengantar selesai. Akhirnya terjadi: dia harus membayar pajak, petugas penagih telah mengingatkannya beberapa kali, dan jika dia tidak punya uang dalam dua hari, maka kepala desa ingin membawanya ke Tanjung menghadap Controleur.

Saya telah sering mengatakan kepadanya untuk menjadi seorang Kristen. Dia memikirkannya, dan jika aku memberitahunya sekarang ingin meminjam 5 gulden agar dia bisa membayar pajaknya maka dia ingin dibaptis. Saya kemudian berbicara dengannya untuk waktu yang lama dan serius dan mengenai pentingnya pembaptisan dan pertobatan dalam menjadi Kristen untuk membuatnya jelas. Akhirnya aku harus memberitahunya bahwa saya tidak bisa dan tidak mau meminjamkan 5 gulden kepadanya, karena saya yakin dia akan singgah di desa berikutnya bermain judi dan kalah dan kemudian tetap tidak bisa membayar pajaknya. saya lebih suka memberinya pekerjaan, maka dia bisa mendapatkan uang yang diperlukan dengan jujur. Tapi dia tidak bisa mengambil keputusan untuk melakukannya. Dia bilang dia tidak bisa tinggal jauh dari rumah dalam waktu lama, dll. Kami kemudian berpisah sebagai teman baik, dia berjanji untuk memikirkan apa yang saya katakan kepadanya. Dia berjalan kembali untuk mencari pinjaman di tempat lain.

 

Lutak mencuri Agong

Dalam perjalanan ke kampungnya di Sangerwasi. Ada banyak orang bermain judi, iapun ikut bermain walau tanpa uang, dia menggadaikan satu pasang pakaiannya sebagai jaminan, dia harus menelan kepahitan dengan kekalahan berjudi, kemudian dia menemukan rumah itu kosong. Di sudut rumah ada Agong (gong tembaga besar), yang harganya bernilai  30-40 gulden. Si Iblis penggoda datang kepadanya. Peluangnya bagus,tapi satu masalah Penghuni rumah mungkin hanya pergi mandi, mereka bisa segera kembali. Tanpa berpikir dua kali, dia mengikat Agong ke keranjang gendong dan kabur. hasil untuk menjual Agong dapat membayar pajak, sisanya masih bisa buat bayar hutang judi dan tersisa satu sen...lumayan. Tapi Lutak salah perkiraan, Pencurian itu tidak berlangsung lama. Ternyata ada saksi mata yang pernah melihatnya membawa Agong. Sebuah laporan dibuat, dan sebelum tiga hari berlalu Lutak berada di penjara oleh Oppas Belanda di Tandjung, dimana ia memiliki kesempatan untuk menyesali hidupnya. Lutak belum pernah makan nasi penjara, dan dia sama sekali tidak menyukainya. Setiap hari mereka pergi bekerja membersihkan jalan dengan tahanan lain dibawah pengawasan seorang pengawas.

Pada saat yang sama dia memikirkan aib karena berada di penjara. Lutak begitu tertekan dan ketakutan di dalam hati, dituduh oleh hati nurani yang bersalah, dia pikir dia tidak tahan lagi di penjara dan datang dengan rencana yang ceroboh dan tidak dipertimbangkan dengan baik. Suatu hari, ketika para tahanan sedang bekerja membersihkan jalan setapak diluar Tandjung ditepi hutan, dia ijin buang air, melangkah ke hutan, dan melarikan diri, meninggalkan petugas sipir penjaral. Lutak secara alami pasti pulang ke kampungnya di Sangarwasi, yang berjarak sekitar 6-7 jam berjalan kaki. Hal tersebut sudah diperkirakan bahwa petugas pasti mencarinya kesana. Itu sebabnya dia tidak berani terlihat didepan orang banyak.

Di hutan terdalam ia mendirikan tempat tinggal sebuah gubuk  yang bobrok. Baru pada malam hari menemui keluarganya untuk mendapatkan makanan. Lutak menyadari bahwa dia tidak bisa lama bersembunyi; pada saat yang sama dia gemetar memikirkan hukuman yang akan datang jika dia tertangkap. Sekarang dia melihat kecerobohannya dan kehidupannya yang telah gagal sebelumnya, hati nuraninya berkecamuk dan Tuhan berbicara kepadanya dalam kesunyian hutan. Dia bersumpah jika dia bisa bebas dia ingin menyingkirkan perjudian, semua keyakinan lama dan akan menjadi seorang Kristen.

 

Lutak Bertobat

Saat ini Presiden Misi Borneo kami (Präses unserer Borneo Mission), Misionaris Braches, datang berkinjung ke Tamiang Layang untuk melihat kemajuan pekerjaan. Kami juga pergi bersama ke cabang Isin tempat Lutak bersembunyi di sana. Disini kami juga mendengar tentang nasib Lutak. Ketika hari sudah gelap di malam hari, kami mengirim utusan kepadanya dan memintanya untuk datang menemui kami sehingga kami berbicara bersamanya, apa yang harus dilakukan selanjutnya. Dia benar-benar datang. Penuh ketakutan, dengan wajah bermasalah, dia memasuki gubuk, tempat kami menginap. hukuman dan teguran tidak perlu kami berikan lagi, karena pria itu jelas dihukum lebih daricukup. Kami hanya bertanya tentang apa bisa kami bantu? Kami mengadakan rapat dan menghasilkan rencana berikut:

Misionaris Braches secara pribadi akan menemui pejabat Belanda di Tandjung. Dia juga akan menulis surat agar Lutak pendapat hukuman diringankan. Surat ini harus dibawa oleh si terpidana secara pribadi ke petugas keesokan paginya dan selanjutnya menunggu hasil keputusan. Mulanya Lutak tidak mau dibujuk untuk kesana. Namun karena tidak menemukan jalan keluar, akhirnya ia bersedia menerima tugas mengantarkan surat itu, ditemani oleh kakak iparnya, kepala desa Sangarwasi. Beberapa hari kemudian kami kembali di Tamiang Layang, Lutak muncul di Tamiang Layang dengan wajah berseri-seri dengan sepucuk surat dari inspektur. Petugas telah membebaskan hukumannya dengan syarat dia mengembalikan Agong yang dicuri kepada pemiliknya, meminta pengampunan dan melakukan layanan sebagai mata-mata petugas pemerintah Belanda. Jadi dia sekarang adalah orang bebas.

 

Lutak memiliki sumpah, yang harus dia selesaikan, asisten jemaat di Isin mengajarinya katekesasi, dan kemudian saya membaptisnya bersama keluarganya. Dia memilih nama baptisan seperti nama kakak laki-lakinya yang baru saja meninggal, yaitu Karl.  Sakarang namanya Karl Lutak, seperti banyak orang lain, tidak selalu menghormati nama Kristennya, tetapi kadang-kadang bahkan salah jalan. Namun, dia membiarkan dirinya dihantam oleh roh Tuhan lagi dan lagi dan tetap setia pada jemaat Kristen. Kami sangat senang dengan semangat penginjilannya yang tidak sering ditemukan di antara orang-orang Kristen Dayak. Dia mendekati semua orang yang dia temui tanpa rasa takut atau malu memperkenalkan Yesus Kristus. Juga di antara orang-orang Islam yang ada di Tandjung dan Kalua dia sering bersaksi bahwa Kekristenan adalah satu-satunya agama yang benar yang dapat membawa kedamaian dihati. Karena dia adalah orang yang bijaksana, kami mungkin berpikir untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan pemahaman Kristennya tentang Firman Tuhan pelatihan khusus. Dia mungkin bisa menjadi penuntun bagi Kristus bagi banyak umatnya jika hidupnya tidak segera menemukan kesimpulan yang menghancurkan sesuai dengan nasihat Tuhan yang luar biasa.

 

Setelah pemberontakan berdarah di Kalimantan yang dihasut oleh orang-orang Muslim Melayu pada tahun 1859, secara bertahap dihancurkan oleh pemerintah Belanda, para pendukung Sultan telah mundur ke hutan yang tidak dapat ditembus di hulu Sungai Barito. Di sana mereka memiliki seorang Raja, keturunan keluarga sultan, yang mereka harapkan akan sekali lagi menjadi penguasa seluruh Kalimantan tenggara dan mengusir Belanda. Dari sana mereka mencoba lagi dan lagi untuk memprovokasi kerusuhan dan pemberontakan di antara orang-orang Muslim Bakumpai di dataran rendah dengan, ada macam-macam desas-desus tentang perjuangan dan pemberontakan. Desas-desus ini juga diceritakan dan direnungkan di kalangan orang Dayak.

 

Karl Lutak berpikir mungkin untuk mencari Raja tersebut di hutannya untuk membujuknya dengan alasan yang masuk akal agar bersedia tunduk kepada pemerintah Belanda. Dan karena dia adalah orang yang fasih, yang menggunakan pidatonya yang meyakinkan untuk menyelesaikan perselisihan dan bernegosiasi di dewan desa, dia pikir dia mungkin bisa melakukannya sendiri. Dia telah merenungkan masalah ini untuk waktu yang lama. Akhirnya dia membuat keputusan yang berani dan agak bodoh untuk melakukan perjalanan, yang akan memakan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Saat itu saya sedang berada di Eropa untuk cuti. Misionaris Tromp mewakili saya di Stasiun Beto, Karl memutuskan bahwa ia harus pergi dan mendiskusikan segala macam hal dengan Tromp, meskipun sebenarnya dia adalah anggota Misionaris Feige di Tamiang Layang. Jalannya menuju Hulu Barito juga melalui Beto. Tromp sangat terkejut ketika Karl muncul di tempatnya suatu hari, bersiap untuk pergi dengan membawa keranjang dan kebutuhan perjalanan yang diperlukan di punggungnya, dan mengungkapkan kepadanya rencananya yang aneh. Tentu saja, Karl juga memiliki ide untuk memperkenalkan Injil kepada Radja dan rakyatnya. Jadi dia berharap bisa memenangkannya dengan dua cara, pertama untuk politik keamanan Belanda, dan kedua untuk kerajaan Allah. Missionaris Tromp senang mendengar semangatnya, tapi secara pengetahuan agama ia masih sangat kurang. Selain itu, ia mengkhawatirkan keselamatan dari Karl Lutak, tidak hanya secara eksternal tetapi juga secara internal. Karena itu, dia mencoba mencegahnya dari rencananya. Tapi sia-sia. Pada hari berikutnya, Karl Lutak dengan riang memulai perjalanan panjangnya.

 

Akhir Perjalanan Karl Lutak

Selama beberapa hari dia sudah merantau ke tempat tujuannya. Di kesunyian hutan yang liar, ia menghabiskan malam di gubuk bobrok, yang penghuninya menyambutnya dengan ramah. Angin kencang datang di malam hari. Gubuk itu patah pada sambungan dan gubuk runtuh. Orang-orang yang tidur itu berusaha keluar dari bawah puing-puing. Mereka tidak terluka. Hanya Karl Lutak tidak bisa bergerak dari tempat itu. Sebuah balok jatuh telah menghancurkan tulang punggungnya, orang-orang berdiri disana tanpa daya. Karl mengerang dan merintih kesakitan tapi tidak bisa bergerak bergerak. Dia meminta untuk dibawa ke dokter; itu tapi perjalanan berhari-hari yang jauh sekali. Masyarakat memutuskan untuk menuruti permintaan korban. Bagaimanapun mereka bertanggung jawab karena kejadian tersebut di kampung mereka. Mereka menyiapkan perahu dayung kecil. Kemudian turun dulu anak sungai dan kemudian sungai besar Barito. Mereka sudah melakukan beberapa hari perjalanan, Lutak yang malang itu masih hidup dan mereka berharap bisa membawanya dengan selamat ke kota Bandjermasin. Mereka tiba di Marabahan, satu hari perjalanan dari tempat tujuan mereka. Itu adalah akhir dari kekuatan Lutak. Mereka membawa mayat itu ke darat dan menguburnyaDi tanah asing, jauh dari tanah airnya, Karl Lutak kami menemukan tempat peristirahatannya yang terakhir. Apakah mudah baginya untuk berpisah atau apakah ia telah mempercayakan jiwanya ke dalam tangan Yesus ketika ia melakukan perjalanan terakhir, seperti yang dapat diasumsikan, kita tidak mengetahui semua itu.

 

Sumber :

H. Sundermann, Bilder aus der Missions Arbeit auf Borneo (Barmen: Verlag des Missionshauses in Barmen, 1919). 36-42

Selasa, 05 April 2022

MUYAN ORANG MAANYAN KRISTEN YANG PERTAMA

 MUYAN ORANG MAANYAN KRISTEN YANG PERTAMA

BY ; Hadi Miter



ilustrasi Muyan



Muyan dari Murutowo

Di Murutowo ada sebuah prasasti yang saya buat dengan tulisan sebagai berikut: “Di kuburan itu dimakamkan Muyan, dari Murutowo" Siapa Muyan? dia adalah seorang pria yang sangat disegani di antara orang-orangnya. Dia adalah buah sulung dari Sihong, dan merupakan salah satu orang yang berdiam dalam kegelapan kafir, dan yang, tanpa diterangi oleh Injil, namun melalui tindakan anugerah serta keinginan yang kuat untuk menerima terang Injil. Jadi bukan saya yang menyebabkan Mujan dibaptis; juga bahwa dia pertama kali mendengar kesaksian tentang Yesus dari mulut saya. Muyan pertama kali mendengar tentang Tuhan dari seorang Haji (Pendeta Muslim). Orang-orang Islam ini biasanya melakukan perjalanan melalui tanah dayak, dan kadang tinggal bersama orang-orang kafir hampir dimana-mana secara umum. Muyan mengambil kesempatan, menemui saya untuk mencari klarifikasi tentang hal-hal yang telah lama memenuhi rasa penasaran dihatinya. 

Oleh karena itu, apa yang dia dengar dari waktu ke waktu dari orang Islam sangat melekat sedemikian rupa sehingga sejak saat itu dia perlahan menolak takhayul pagan. agama orang-orang Sihong tidak lagi dia percayai.  Dia sebenarnya akan menjadi Muslim, jika aliansi orang Sihonger tidak menahannya; itulah batu sandungannya untuk menjadi Islam. Setelah saya tiba di Sihong, ketika saya baru saja selesai beribadah di rumah, saya memiliki masalah yang harus diselesaikan, Mujan datang ke rumah saya untuk pertama kalinya, dan meminta maaf bahwa sebagai tetangga dia baru bisa datang mengunjungi saya setelah 14 hari, dia bercerita tentang dua ladang yang diagarap secara bersamaan. Dia juga berterima kasih kepada istri saya karena telah menunjukkan kebaikan dan keramahan kepada anak-anaknya. Saya melihat dia sosok ke pria besar dan kuat, yang penampilannya sama sekali tidak sesuai dengan kata-katanya yang lemah lembut, karena fisiknya mirip dengan seorang perenang snorkel, dia mahir menggunakan bahasa Melayu, saya selalu menjadi pendengar yang baik bagi Muyan. Beberapa hari kemudian, saat saya di bawah pohon sambil menulis, dia datang lagi, dan sekarang saya menerimanya dan saya gunakan untuk berkhotbah menyampaikan firman Tuhan. Dia mendengarkan dengan seksama pada setiap kata-kata saya, dan menjawab setiap pertanyaan yang dia ajukan kepada saya pada kesempatan ini, meyakinkan saya bahwa ada keinginan yang kuat untuk pendidikan (ketkesasi) ada bersamanya. 


Muyan dan Pergumulannya

Dia juga menceritakan kepadaku tentang percakapannya dengan Haji, dan bahwa dia telah mendengar darinya beberapa hal yang mirip dengan ajaranku, aku tidak membantahnya. namun saya menekankan pada Muyan bahwa bahwa Allah Tuhan telah memberikan janji Juruselamat dunia, dan bahwa di dalam janji ini terkandung semua janji kasih karunia dan kehidupan kekal bagi kita, anak-anak manusia; bahwa para nabi, yang kemudian diutus dari Allah, memberikan kesaksian bahwa semua orang yang percaya dalam nama Kristus Juruselamat, akan menerima pengampunan dosa. Janji ini juga bersaksi tentang seluruh firman Allah, yang telah Tuhan sebabkan untuk disimpan di dalam gereja-Nya, dan bahwa dalam firman ini saja kita memiliki wahyu tentang keselamatan kita, dapat menemukan; dan bahwa semua yang telah dipelajari orang lain sesudahnya adalah kesalahan yang tidak mengarah pada keselamatan. Justru firman Tuhan inilah yang ingin saya ketahui, kata Mujan, dan bertanya apakah dia masih bisa belajar membaca. Untuk ini saya mendorongnya, mengatakan kepadanya bahwa banyak pria dewasa belum belajar membaca; tetapi dia tidak boleh menganggap masalah ini terlalu ringan, seolah-olah itu bisa dilakukan dalam beberapa hari. Pertama dia harus belajar huruf, dan kemudian kombinasinya, sampai dia bisa membaca kata-kata dan akhirnya seluruh buku termasuk Alkitab. Untuk ini ia membutuhkan kemauan yang cepat dan ketekunan; kedua hal ini, bagaimanapun, Tuhan akan mengabulkannya, jika dia berdoa. Bahwa dia berjanji kepada saya, dan saya akan membimbingnya. Sekarang, bagaimanapun, dia berpikir bahwa pengajaran tidak boleh lagi ditunda; saran terbaik adalah memulai; karena dia tidak mampu lagi mebnghafal semudah anak-anak; dilain pihak dia juga sibuk bekerja di ladang. Kami kemudian mulai belajar ABC. 

Kadang-kadang aku melihat Muyan duduk sendiri di hutan, dibalik tumpukan kayu yang ditebang, mengintip dia belajar; dan kadang ditemani oleh satu anak laki-laki yang bekerja padaku Johanes Java, dia memohon pada Johanes Java untuk membantunya belajar membaca. Pada malam harinya ia datang ke Balei (rumah sementara saya) untuk minta dijelaskan kepada dirinya mengenai jalan keselamatan, yang biasanya berlangsung hingga larut malam. Saya hampir tidak dapat menggambarkan betapa menghiburnya bagi kami, dalam menghadapi banyak kesulitan di awal misi ini, untuk menemukan secara tak terduga seseorang yang kepadanya firman Allah telah menemukan pintu masuk. Setelah hubungan akrabnya pertamanya dengan kami, Muyan kembali ke pekerjaan di ladang. Tak lama kemudian, pada Sabtu malam, saya sedang berdiri di atas bukit tempat itu, meniup terompet untuk kebaktian hari Minggu, ketika Gowo seorang putra mantan kepala suku, pulang dari ladang, memberi tahu saya sambil tertawa, bahwa Muyan sudah gila..... "apa yang dia perbuat?" ujarku bertanya.—Dia pergi menemui semua orang di ladang" kata Muyan, "tidak ada keselamatan selain Tuhan Yesus". dia terus mengoceh dan tersenyum bahagia sendiri; pasti dia sekarang sudah gila; begitu kata orang .” “Tidak, Gowo,” jawabku, “kalau begitu, kurasa dia tidak gila. kalianlah yang  tidak dapat memahami kegembiraannya. Muyan telah menemukan Juruselamat, dan melaluinya telah datang kepadanya sukacita besar itu, yang telah Allah persiapkan juga bagi kalian semua. Tuhan akan mengasihani dan mengampuni segala dosa kalian; Muyan memiliki warisan di surga yang menunggu, nilainya lebih besar dari semua kekayaan dunia. Bukankah itu kebahagiaan baginya?" "Kalau begitu," kata Gowo, "mungkin aku juga." “Sekarang kataku, “datanglah besok, dan dengarkan bagaimana kamu dapat menerimanya; karena aku meniup terompet kepada kamu semua, dan oleh karena itu aku datang untuk memberitakan kabar baik tentang Juruselamat Kristus kepada kamu semua.” Berita ini, bagaimanapun juga, menimbulkan kekhawatiran dalam diri saya, bahwa karena ini Muyan akan dibenci dan menjadi bahan ejekan teman-temannya. Saya berdoa kepada Tuhan untuk menjaga orang ini. Ketika Mujan kembali tak lama setelah itu, saya senang melihat bahwa dia melanjutkan dengan berani di jalan yang telah dimulai. Hal besar yang telah dia dengar dan simpan di dalam hatinya begitu penting dan berharga baginya sehingga dia berharap hal itu kepada semua temannya dan semua orang di Sihong, dan dia sangat heran bahwa, kenapa mereka menolak untuk hal yang paling utama dalam hidup. Tekadnya untuk belajar membaca dan memahami firman Tuhan kini semakin teguh, sehingga ia dapat dimampukan untuk mengatakan kebenaran teman-temannya dengan jelas dan meyakinkan. 

Pdt.Sunan Tulu Wui menunjukan sumur Missionaris Daningger di Murtuwu



Muyan ingin menjadi Kristen

Pada 8 Desember tahun 1851 Muyan minta kepada saya untuk dibaptis. Saya belum mau untuk membaptisnya tapi menekankan agar Mujan dan istrinya terus-menerus mempelajari dogma kekeristenan terlebih dahulu, orang-orang tidak senang kalau Mujan menjadi Kristen. Saat Muyan jatuh sakit dan tampak sekarat, tidak seorang pun dari mereka yang mau datang menjenguknya. dia menderita batuk berdarah, kami takut bahwa hidupnya di antara kami akan berumur pendek. Janda mantan kepala adat mendatangi saya dan mengatakan bahwa Muyan adalah penderita kusta, mereka ingin memisahkan Mujan dari saya dengan membuat gubuk kecil untuk mengasingkan dia ditengah hutan dengan alasan keputusan masyarakat banyak.

Sebelum mereka membawa pergi Muyan ke dalam hutan, Muyan berkata dalam doa singkatnya mendesah, "Tuhan Yesus kasihanilah aku," aku marah dan berdiri dan mengatakan kepada mereka bahwa perbuatan mereka sungguh sangat keterlaluan, memenjarakan manusia seperti binatang di hutan, apakah kalian tahu apa itu lepra? Semuanya hanya terdiam. Muyan itu hanya sakit biasa saja, jangan ada yang boleh mengganggu dia karna saya bekerja di badan missi yang dilindungi oleh hukum dan pemerintah, mendengar itu mereka mengurungkan niatnya mengganggu Muyan. Saudara Muyan yaitu Tagom mengatakan akan menghancurkan rumah Mujan kalau ia masuk Kristen, Mujan hanya menangis jiwanya terluka. Tagom mengatakan bahwa apabila Mujan mati dengan penyakit itu maka Muyan tidak akan dibakar disucikan (diJambe) melaikan dikubur seperti hewan. Muyan juga ingin agar anak mereka menjadi Kristen, tapi Tagom mengatakan apabila mereka menjadi Kristen maka hak wali atas anak mereka hilang. saya mempersiapkan upaca baptisan untuk Muyan agar dilakukan pada tanggal 18 Januari 1852 tetapi waktu semakin menipis kesehatan Muyan semakin memburuk. Baptisan sepertinya harus lebih dipercepat,Istri dan tiga anak Muyan datang dari ladang ke Murutowo

Hari Baptisan Muyan dan Akhir Hayatnya

Muyan sudah menjadi sangat lemah sehingga dia tidak bisa berjalan lagi; jadi saya memapahnya menuju ke kebaktian di jemaat kecil kami. Muyan secara sukarela memotong rambut panjangnya, dan berpakaian dengan rapi, di mana hal ini yang membedakannya secara mencolok dari orang-orang kafir yang datang ke kebaktian kami. Istrinya, yang akan dibaptis bersamanya, mengikutinya, dan anak-anak, yang berpakaian serupa. Saat proses pembaptisan Muyan dan istrinya Saya berbicara dengan mengutip Alkitab dari Yohanes 10:27–30 tentang "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku..." Kedua orang yang dibaptis menjawab dengan tegas, dengan berani mengakui iman mereka di depan telinga orang-orang kafir dan (khususnya istri Muyan) dengan gembira mengakui iman mereka, di mana pada saat pembaptisan mereka menerima nama baptis yaitu Simeon dan Hawa. hari berikutnya Mujan menderita demam tinggi, saya menanyakan keadaan fisiknya dan bertanya apa dia takut mati? Mujan menjawab tidak, sebab aku yakin Tuhan menyelamatkanku lewat pengorbanan Yesus Kristus. Aku sempat berpikir untuk mengajak Muyan berobat ke Banjarmasin namun mustahil karena hal tersebut sangat sulit dan tidak mungkin mendayung naik perahu menuju Banjarmasin. 

Berbicara tentang kematian, istrinya, yang telah dibaptis pada saat yang sama dengannya, mulai menangis dengan sangat sedih,  Muyan mengangkat tangannya yang sudah lemah, berkata: "Jangan menangisi aku, aku telah dijanjikan bagian yang lebih baik, jika kamu percaya, bahwa aku telah diampuni dari dosa-dosaku, dan aku akan ke Surga." Kemudian dia berdoa: “Ya Tuhan Yesus! tolonglah aku, jangan jauh-jauh dariku, dan terimalah aku dalam kasih karunia.” Dalam jam-jam terakhirnya Muyan tidak bisa tidur, dia  banyak berdoa dan berbicara tentang Juruselamatnya. Tanggal 1 januari 1852 Mujan meninggal dunia, saya memerintakan orang-orangku untuk membuat peti mati untuk Mujan, aku ingin Mujan mati sebagai seorang yang sangat terhormat.

Muyan dimakamkan

Saya dan istri menggunakan pakaian perkabungan, banyak kaum kafir melihat kami dan mereka ribut menolak tempat pemakaman Muyan dekat stasi, Muyan sekarang bukan orang sini harus dikuburkan sejauh mungkin, kata mereka. Mereka beralasan bahwa kalau Muyan dikuburkan dekat stasi yang berada diatas bukit maka air akan mengalir dan itu tidak sehat akan membawa penyakit, lalu aku menjawab kepada mereka bukankah di Telang kuburan juga ada di dataran tinggi dan air mengalir ke dataran rendah, mereka terdiam tidak menjawab. Dan saya mengancam mereka apabila mereka terus mengganggu saya, saya akan melaporkan mereka kepada komandan di Marabahan di mana Komandan akan datang pada tanggal 3 Febuari, setelah itu mereka membiarkan saya melanjutkan prosesi pemakaman. Pemakaman berlangsung dengan khikmad hadir juga perwakilan dari pemerintah, setelah lubang pemakaman digali, saya berkotbah dari l Kor l5: 18-22, itulah sejarah pemakaman di Morotowo

Sumber :

Laporan Missionar Danninger Saat Berada di Murutuwu yangBerjudul: “Der Kirchhof Zu Maratowo” Tahun 1853

Daningger, HET KERKHOF TE MARATOWO Kom over en help ons!; maandberigt van het Rijnsch Zendeling-Genootschap, 1853-04, Barmen April 1853.