CERITA, MEREKA YANG DISEBUT " ULUN DUSUN KALAHIEN"
BY: ASRI ROMI
ORANG-ORANG
DUSUN KALAHIEN TAHUN 1927 FOTO KOLEKSI BASEL MISSION
JEMBATAN
KALAHIEN TAHUN 2011
Kampung itu bernama Kalahien
Desa
Kalahien merupakan sebuah desa yang berada di pinggiran sungai Barito, tepatnya
di Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan, Propinsi Kalimantan
Tengah. Masyarakat Dayak Dusun Kalahien masih sangat menjunjung tinggi
kebudayaan. Ada
banyak upacara adat yang sering diadakan oleh masyarakat setempat, salah
satunya adalah ritual Bokas Ego yang
berarti ritual syukuran karena terwujudnya harapan orang-orang yang bernazar
pada pangantuhu.
Panguntuhu
adalah nama leluhur yang dimiliki oleh seorang pangalima yang bernama Sampel.
Kunon ceritanya pada zaman dahulu ada kakak beradik yang bernama Sampel dan
Melot, mereka mempunyai kasus pembunuhan di daerah yang bernama Banao karena
takut tertangkap maka kedua kakak beradik ini melarikan diri dari Banao (suatu desa yang sekarang berada di Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara). Sampel
yang adalah si kakak lari ke daerah Rakutan[1],
sedangkan Melot lari dan sembunyi ke daerah Marabahan.
Waktu
itu pada era pemerintahan Belanda, dan pihak pemerintah mengetahui adanya kasus Sampel
dan Melot, namun pemerintah Belanda tidak mempermasalahkan kasus tersebut. Malah pemerintah Belanda menyuruh adiknya (Melot) menjemput Sampel dari Rakutan
untuk menjadi kepala desa, didesa Manengang[2].
Di desa tersebut Sampel diangkat menjadi pembakal Islam. Setelah beberapa waktu
mengapdi di desa Manengang Sampel pun meninggal dunia dan dikebumikan di
Manengang.
Sampel tokoh yang disegani masyarakat lokal
Sampel tokoh yang disegani masyarakat lokal
Untuk
menunjukan rasa suka cita dan terimakasih kepada Sampel yang dianggap sebagai
pangalima maka orang kampung setempat maupun orang kampung sekitar memberikan tarian penghormatan mengeliling kuburan tokoh tersebut. Tidak diketahui jelas siapa
orang pertama yang mengetahui bahwa Sampel mempunyai sahabat dari dunia yang
lain yang bernama pangantuhu. Pangantuhu ini lah yang seringkali menolongnya.
Oleh karena mengetahui hal tersebut maka orang kampung yang menglami kesulitan
karena sakit dan harapan tertentu yang ingin dicapai minta tolong kepada
pangantuhu dan bernazar. Apabila apa yang diinginkan terwujud maka mereka yang
bernazar pun membayar nazar dan mengarak kepala manusia sebagai ungkapan
terimakasih dan juga rasa syukur. Kepala manusia tersebut diarak mengelilingi
kuburan Sampel, rumah pangantuhu[3],
dan rumah orang yang mengadakan ritual Bokas Ego tersebut selama 7 kali
putaran, tidak diketahui secara pasti siapa orang yang pertama melakukan 7 kali
putaran tertsebut dan apa alasannya sehingga harus 7 kali.
Rumah atau "lewu pangantuhu"Foto koleksi : dayak-barsel.blogspot
Pada zaman dulu yang diarak oleh orang yang bernazar memang kapala manusia yang menurut informasi adalah kepala orang yang dibunuh (kemungkinan besar hasil pengayauan), sehingga diganti dengan kepala orang hutan (Simia satyrus). Kepala manusia lalu diletakkan di dalam rumah pangantuhu dan sekarang sudah terlihat seperti batu karena sudah sangat tua dan menurut masyarakat desa, kepala tersebut setiap tahunnya beranak batu-batu kecil yang ada di sekeliling kepala tersebut. Setiap tahun batu-batu kecil tersebut selalu bertambah.
Diganti
dengan kepala orang hutan karena konon ceritanya bahwa manusia berasal dari
orang hutan. Kepala orang hutan yang diaambil untuk mengganti kepala manusia
tersebut tidak di ambil secara sembarangan, namun melewati tahap nareap[4]
terlebih dahulu. Itulah sebabnya sekarang ketika orang mengadakan upacara Bokas
Ego maka yang di arak adalah kepala orang hutan. Realitanya yang bernazar di
rumah pangantuhu sekarang tidak hanya masyarakat setempat, melainkan orang dari
tempat yang jauh, tidak hanya umat Kaharingan tetapi juga mereka yang
beragama Kristen dan Islam. Kalau membayar nazar dengan makanan jumlah dari
masing-masing makanan harus 8X karena
itu sudah perehitungan khusus bagi pangantuhu. Apabila memberi kepada
pangantuhu bisa saja member babi, tetapi untuk penghormatan kepada panglima
Sampel itu tidak boleh menggunakan babi karena panglima pernah menjadi pembakal
Islam. banyak yang datang mengaku bahwa pernah bernazar ke pangantuhu dan
berhasil.
[1] Rakutan adalah hutan yang berada
di dekat desa Kalahien
[2] Manengang adalah nama sebuah
desa yang dulunya berada di seberang desa Kalahien
[3] Rumah pangantuhu itu dibuat oleh
orang yang bernazar
[4] Nareap itu berari ada sejenis
pengucapan mantra yang diucapkan melalui ritual yang dilaksanakan pada saat
pemotongan kepala orang hutan tersebut
bagus, alami tahan lama
BalasHapus