Selasa, 17 April 2012

SOTA ONO PAHLAWAN ATAUKAH KAKI TANGAN KOLONIAL?

SOTA ONO PAHLAWAN ATAUKAH
KAKI TANGAN KOLONIAL?
Oleh: Hadi Saputra Miter


Sketsa Suta Ono diambil dari buku
"Gedenkbuch der Rheinischen Missions-Gesellschaft."
Rhenish Mission in 1878. 
printed in Barmen, Germany. hal 140.





Siapa Sota Ono?
  Sota Ono hidup dalam legenda yang tidak jelas, campur aduk. Ada yang menyebut dia seorang raja, orang sakti mandraguna, pahlawan Dll. Namun faktanya adalah abunya kremasinya tersimpan di Telang uhang ( Telang Lama ) Kec.Paju Epat Kab.Barito Timur, yang lazim disebut dengan tamak mas (karena maanyan paju epat melakukan pembakaran mayat/kremasi yang disebut Ijambe/ijame) dipeti penyimpanan abunya, terpahat ukiran medali penghargaan pemerintah Hindia Belanda seperti medali Singa Belanda (leeuw nederlandsedan Bintang kesatria (Ridder Nederlandse), bintang militer Williem Orde kelas 3. ada apa di dengan orang ini mengapa dia berpengarauh dan bisa menerima medali-medali tersebut????
  Lahir di Telang sekitar Tahun 1822, dengan nama kecil Aboe. Kakeknya adalah seorang kepala suku yang berpengaruh SUTAWANA atau GEGER ayah dari ibunya yaitu KALIMAH. Sedangkan ayah Aboe adalah tokoh Kapuas-Dadahup yaitu SUMA (namun di wilayah Paju Epat dia tidak mendapat jabatan apa-apa) sehingga dari kakek nyalah SOTA ONO/Aboe yang memperoleh tongkat estafet jabatan kepala adat Maanyan Paju Epat. Sota Ono meninggal pada 27 April 1894. dia dimakamkan secara kremasi menggunakan adat Maanyan Paju Epat.
. Dia menjabat bertepatan dengan masuknya Hindia Belanda ke Kalimantan, sehingga Sota Ono masuk Didalam bagian struktur pemerintahan Hindia-Belanda, dimana wilayah Maanyan Paju Epat menjadi wilayah distrik dari tanah Gubernemen, yang disebut dengan Landschaap Sihong. Letnan C.Banggert dalam catatannya menggambarkan sosok tentang Sota Ono ia menuliskan :
 “Sota Ono ialah orang yang suka bertanya untuk memeperluas pengetahuannya ia juga merupakan seorang yang ringkih dan lemah secara fisik namun ia adalah orang yang dapat dipercayai sebagai teman dan dia adalah seorang kepala pribumi yang cakap”. (C.Banggert, Verslag  Der Reis In De Binnenwaarts Gelegene Straken Van Doessoen Ilir , KITLV 1857)
Saat Kedatangan tenaga zending (dari badan missi RMG Jerman) pertama yaitu Denniger pada tahun 1851 dengan pangkalan atau stasi pertama yaitu kampung Murutuwo, di Morotowo Sota Ono mempengaruhi para pemuda  untuk masuk sekolah dengan ia sendiri menjadi contoh dengan masuk sekolah. 


Ukiran Medali Penghargaan Dari Belanda Kepada Sota Ono

Terlibat dalam Atmosfir Perang
Meletusnya pemberontakan Hidayat terhadap pemerintahan belanda saat itu melahirkan sentiment anti orang kulit putih  Yang menular kepada orang-orang Dayak saat itu, dimana di pemukiman Bangkal dan Kalangan terlibat juga sejumlah pekerja paksa orang-orang Dayak ngaju dan Banjar yang berhasil melepaskan diri akibat revolusi yang dikobarkan oleh Hidayatullah mereka kemudian menjarah, membunuh, dan merusak kediaman orang-orang Eropa yang mereka temui. Ketakutan tergambar disetiap para penginjil saat itu Klemmer yang berada di Tamiang Layang dan Denninger yang ada di Mortowo pada saat itu dilindungi oleh para pemimpin suku dayak Ma’anyan yaitu Sota Ono dimana secara heroik saat Klemmer pergi ke Banjarmasin dari sungai Sirau Tamiang Layang, klemmer diancam ingin dibunuh oleh sekelompok orang dikapal dan Sota ono berperan  melindunginya dari aksi anti kulit putih saat itu kejadian tersebut terjadi, pada tanggal 17 mei 1859 tidak hanya Klemmer yang selamat E. Deningger di Telang juga selamat bersama Istri dan seorang anak  berhasil selamat sampai Banjarmasin. ( lebih lengkap dapat dilihat dalam tulisan saya ZENDING ISA PALANUNGKAI)
Pada tanggal 13 mei 1861 Sota ono membawa 229 prajurit Siong dan 176 prajurit Dari Patai bersama 142 serdadu belanda dibawah mayor C.A Schuack melakukan mars dari Tamiang Layang untuk meredam pemberontakan Antasari di gunung Tongka. (ulasan lengkapnya dalam buku Le Rutte, Episode Uit Den Banjarmasingchen Oorlog:Expeditie De versteking Van Pangeran Antesarie 1863) Sota ono bersama orang-orang siong adalah suku yang sangat diistimewakan oleh pemerintah hindia-belanda, dikarenakan mereka banyak membantu menumpas pemberontakan-pemberontakan (salah satunya perlawanan Wangkang yang berhasil ditumpas oleh Suta Ono di Taluk Masigit Marabahan). sehingga mereka banyak mendapat perlakuan istimewa salah satunya penghapusan pajak kepala. Pada tahun 1870 sota ono menerima penghargaan medali Singa Belanda (leeuw nederlandsedan Bintang kesatria (Ridder Nederlandse), bintang militer Williem Orde kelas 3.
Penghargaan tersebut diterimanya dengan sebuah upacara besar dilapangan keresidenan yang dihadiri oleh semua orang eropa dan pemimpin dari golongan cina serta pejabat pemerintahan Belanda dan penduduk setempat menghadiri peristiwa penting ini. seluruh garnizum berbaris rapi dalam formasi upacara suta ono hadir mengenakan pakaian lengkap (regalia) serta memakai sepatu baru dan didampingi oleh Residen Tromp dan letnan colonel Schultze. Terkesan oleh pawai dan penghormatan terhadap dirinya Sota ono menitikan air mata. (J.D Jong, De Opstand van Wangkang, Journal Van den dag 1870 hal 591-592 )
Bahkan sampai ia pensiun Sota Ono tetap sering mengunjungi sahabat-sahabatnya orang-orang Eropa di Banjarmasin, namun ia menolak untuk tinggal di Banjarmasin. ia tetap senang hidup bersama rakyat-rakyatnya di Siong dan Telang.  (C De Goeje, Een Bezoek Aan Sota Ono In De Dajak Lenden, De Beir 1878)


Tambak mas tempat abu kremasi Sota Ono



Berpaling dari Bayang Sultan Banjar, Berlindung Di Bawah Panji Natherland
Sebelum masuknya Belanda Orang Maanyan berada dibawah kekuasaan kesultanan Banjar
dimana sultan banjar melakukan politik bagi suku-suku dayak pedalaman, dimana mereka tidak boleh menjual hasil-hasil hutan langsung kepada pedagang-pedagang asing, hasil hutan haruslah dijual kepada pemerintah kesultanan dengan harga amat murah lalu kemudian diangkut menuju Banjarmasin dan dijual dengan harga mahal kepada orang asing. Secara tidak langsung wilayah masyarakat maanyan adalah dibawah kepemimpinan kesultanan Banjar[1].
C.Bangert pada tahun 1857, pernah mencatat lirih sedih orang-orang maanyan dari daerah Patai, korban cengkraman Kesultanan Banjar :
setiap orang membayar pajak secara tunai karena setiap orang harus membayar 200 duiten perkepala pertahun. Dan ditempat ini (patai) juga wajib menyediakan 1000 batang pohon ulin untuk keperluan taman rusa Sultan, yang di pungut langsung oleh Pangeran Achmad  [2]
 Suta Ono hanyalah manusia yang apa adanya bukanlah Hero apalagi Super Hero seperti yang ada di komik-komik, yang hidup tanpa cacat. Sota Ono merupakan manusia yang merasa pihak Belanda jauh lebih baik sebagai tempat berlindung, secara ekonomi, dan Pendidikan lewat Zending untuk memperbaiki generasi Maanyan. Yang sangat berbeda ketimbang berlindung dengan Raja-raja dan aristokrat lokal yaitu Kesultanan Banjar, yang cenderung mengekplotasi keterbelakangan pengetahuan orang Ma'anyan bahkan ditekan dengan kekuatan militer. Sejarah Indonesia selalu menilai bahwa Belanda adalah penjajah antagonis dan yang bertantangan diklaim sebagai Pahlawan, tanpa melihat konteks dimana sejarah itu muncul. Silahkan melihat siapakah si Sota Ono pahlawankah atau kaki tangan penjajah????





DAFTAR BACAAN

Hadi.S.Miter, Hakey: Kala orang Maanyan menjadi Islam (Banjarmasin bulletin Rakat 2005).
Von F Kriele, Das evangelium bei den dajak auf borneo, (Barmen: Verlag des Missionshauses in Barmen, 1915)
Hermann Witschi, Cristus Siegt Gheschite der Dajak-mission auf Borneo, (Von Basel 1942).
Van Den End, ragi carita 1, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia 2001)
Fridolin Ukur, Tuayannya Sungguh Banyak, (Jakarta: Bpk Gunung Mulia 2001)
-----------------, Tantang Djawab Suku Dajak (Jakarta: BPK Gunung Mulia  )
Gunadi Kasnowiharjo dkk. Sungai dan kehidupan masyarakat di Kalimantan (Banjarbaru: KOMDA Kalimantan Selatan 2004)
Helius Samsudin, Pegustian Dan Tumenggung Akar Social Pilitik Etnis Dan Dinasti Perlawanan Dikalimantan Selatan Dan Tengah 1859-1906, (Jakarta: Balai Pustaka 2001)
Sutopo Ukip dkk. Sejarah Dayak Maanyan, Banjar, Merina di Madagaskar (belum diterbitkan)
A.B.Hudson, Padju Epat  The Ethnography And Social Structure Of Maanjan Dajak Group In Southeastern Borneo (USA: University Microfilm 1967)
C De Goeje, Een Bezoek Aan Sota Ono In De Dajak Lenden, (De Beir 1878)










[1] Dokumentasi Wali Gereja , Sejarah Gereja Katolik  di Indonesia (Jakarta,KWI: 1974) 337. Hubungan Banjar dan Ma'anyan juga dapat dilihat dari adaya kursi  bagi wakil kesultanan Banjar didalam tempat persidangan orang maanyan dan dalam upacara ijambe orang banjar disediakan tempat khusus yang disebut dengan balai hakey. (F.ukur tantang jawab suku dajak 80-81 bandingkan juga Hadi.S.Miter, Hakey:Kala orang Maanyan menjadi Islam bulletin Rakat 2005).
               [2]A.B.Hudson, Padju Epat  The Ethnography And Social Structure Of Maanjan Dajak Group In Southeastern Borneo(USA: university microfilm 1967) 92 bandingkan C.Banggert, Verslag  Der Reis In De Binnenwaarts Gelegene Straken Van Doessoen Ilir (Laiden: KITLV 1857)