Jumat, 24 Juni 2016

JUKUNG Berperahu Sampai Akhirat



JUKUNG
Berperahu Sampai Akhirat
by
Hadi Saputra Miter

Membawa Jukung untuk dijual
 Telang 1992 dok.Judi Hudson
 

Jukung Riwayatmu Kini
Jalanan berbatu-batu serta sesekali tanah menuju ke desa Patai, yang membuat perut menjadi terasa kencang, dan berakhir tepat ditengah desa Patai. Pelan-pelan saya menuju sungai Patai yang mengalir menuju sungai Barito. Seorang pria tua Kakah Eto, bercerita bahwa dulu sungai inilah jalan yang menghubungkan dari desa Patai menuju Tamiang Layang. Menggunakan apa orang dulu? JUKUNG katanya, jukung adalah jenis perahu yang dibuat oleh orang-orang Maanyan sebagai alat transportasi dan sungai sebagai jalan raya nya. Istilah Jukung nampaknya lazim digunakan didaerah Kalimantan Tengah dan Selatan.
                Orang-orang sekarang tentu saja sudah jarang menggunakan transportasi sungai, terutama jukung sebagai kendaraan mereka. Di patai sendiri sedikit sekali orang menggunakan jukung, begitu juga dengan pengrajinnya yang semakin lama semakin sedikit. Untuk Patai sendiri tersisa hanya ada sekitar 3 orang pengrajin jukung termasuk Kakah Eto sendiri. 

Sungai Patai Dan Jukungnya

Made In Maanyan Yang Tersohor
Padahal dimasa lalu, kemampuan ulun Maanyan dalam membuat jukung sangat tersohor, hal itu tertuang dalam laporannya pejabat Kolonial Belanda yaitu, C.Banggert tahun 1850an:

Pembuatan perahu adalah sebuah industry yang sangat menguntungkan bagi orang dayak Sihong, ribuan perahu dibuat dan dikirimkan ke Banjarmasin dan Kesultanan setiap tahunnya, semua dibuat secara eksklusif.[1]

Jukung Maanyan dijual disungai Martapura Banjarmasin 
tahun 1930an dok.Basel Mission Swiss

 

Pada jaman dahulu daerah-daerah Maanyan adalah daerah yang memiliki potensi ekonomi, hanya saja dalam menjangkaunya tentu tidak bisa menggunakan kapal besar. Mengingat mereka hidup disungai-sungai kecil yang hanya memungkinkan untuk dicapai menggunakan perahu kecil atau jukung. Tamiang Layang hanya dapat dicapai melewati sungai Sirau atau terkadang disebut dengan sungai Patai.
                Jukung adalah istilah yang digunakan oleh seluruh masyarakat didataran rendah Barito. Saking terkenalnya Jukung Maanyan, maka ada satu jukung yang disebut dengan jukung Patai. Jenis-jenis kayu yang digunakan dalam menggunakan jenis:[2]

  • ·         Cangkal  (Neobalancerpus heimii)
  • ·         Resek  (Cotyllelobium)
  • ·         Balangiran (Shorea Balangeran)
  • ·         Lanan (Shorea cutisii)
  • ·         Dll.

Proses pembuatannya juga memerlukan kehati-hatian, Kakah Eto mengatakan yang paling sulit ialah nyalai atau mamaru atau juga proses membuka perahu dengan memanaskannya di atas api. Mahadin iru (sulit proses itu) ucapnya dengan senyuman khas, lha sekarang apa masih ada orang order Jukung? Jarang, dapat dua kali setahun juga sudah bagus. Membuat jukung sudah tidak bisa untuk menggantungkan hidup, senyumnya mengambang lagi.


Bajukung Sampai Mati
Jukung bagi orang dayak, bukan hanya sekedar alat transportasi didunia kehidupan. Tetapi juga menjadi alat transportasi bagi manusia saat menyeberang kedunia kematian. Sehingga pada masyarakat Maanyan Paju Epat, peti mati yang disebut dengan Rarung berbentuk  jukung. Begitu juga saat seseorang tulang akan di kremasi atau di Ijame kan, maka tempat tulang disimpan disebut dengan idaran.
Jukung memang sudah tergantikankan, oleh deru motor buatan jepang yang hampir selalu ada hadir  disetiap rumah orang Maanyan, seakan menjadi barang wajib. Iklan dan kredit motor murah telah membuat Jukung kelak harus menjadi pajangan saja. Apakah ulun Maanyan kelak akan mengganti peti matinya menjadi bentuk sepeda motor tokh, hanya waktu yang bisa menjawabnya alah hu alam. Kakah Eto  menaiki jukungnya dan meluncur menghilang dari pandanganku, hendak menjenguk kebun karet ujarnya. Aku sendiri balik badan, manaiki sepeda motor buatan perusahaan Jepang, belum lunas pula kreditnya oalahhhh….
 Rarung Jukung menuju kehidupan abadi
               


[1] C.Banggert, Verslag Der Reis In De Binnenwaarts Glegene Straken Van Doessoen Ilir ( Laiden: Indische Taal Land En Volkenkunde 1860).150
[2]Erik Piterson, JUKUNG: Dari Dataran Rendah Barito (Banjarmasin: B Post Group 2001).9